Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menghargai fatwa haram PBNU tentang tayangan infotainment yang mengandung ghibah. Namun, KPI tidak bisa bertindak karena bukan lembaga agama. Fatwa akan dijadikan dasar untuk memperketat pengawasan.
"Posisi KPI bukan alat keagamaan. Kita mengapresiasi fatwa itu. Tentu kita akan gunakan koridor peraturan yang berlaku di Undang-Undang Penyiaran," kata anggota KPI Izzul Muslimin, seperti dikutip detik.com, Minggu (27/12/2009). Menurut Izzul, ada dua aturan yang selalu dijadikan dasar bagi KPI untuk mengawasi tayangan infotainment. Pertama, pihak-pihak yang merasa keberatan dengan pemberitaan infotainment bisa melakukan gugatan perdata. Proses gugatan bisa langsung atau lewat KPI.
Selain itu, masyarakat juga bisa melakukan gugatan jika pemberitaan infotainment tidak berdasar atau fitnah. Pasal yang dikenakan bisa masuk dalam kategori pidana dalam UU Penyiaran.
"Kalau ada orang yang merasa diperlakukan seperti itu bisa langsung mengadukan ke pihak berwajib atau lewat KPI," jelasnya.
Izzul menambahkan, KPI akan menjadikan fatwa PBNU sebagai pemicu agar memperketat pengawasan infotainment. Tayangan gosip harus berlandaskan data-data yang akurat dan positif. Jangan sampai tidak ada manfaat bagi masyarakat.
"Memang sekarang belum terjadi pelanggaran. Tapi dari sisi nilai tidak terdidik. Nilai manfaatnya relatif kurang," tutupnya.
Ketua PBNU Hasyim Muzadi sebelumnya menegaskan fatwa haram bagi berita-berita dalam infotainment yang ghibah atau bergunjing. Menurut Hasyim, gosip ghibah merupakan pembunuhan karakter orang yang diberitakan.
Dalam Islam, berita gosip merupkan larangan keras yang dihukumi haram. "Bahkan diibaratkan dalam Alquran sebagai seorang yang tega memakan daging bangkai saudaranya sendiri dalam mencari rezeki," kata Hasyim./alhikmahonline
0 komentar:
Posting Komentar