(wartaislam.com) Jakarta - Pagi hari di Sabtu pertama Oktober 2005. Perwira piket di desk Asia markas besar Mossad di Tel Aviv menerima surat elektronik kilat dari agen lapangannya di Jakarta. Pesannya: Bali kembali diserang bom bunuh diri.
Informasi yang sampai begitu cepat di markas besar dinas intelejen luar negeri Israel, Mossad, membuktikan satu hal, betapa efisiennya kerja mata-mata Mossad yang di tempatkan di Jakarta.
Dalam bukunya Gideon's Spies yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Pustaka Primata, Gordon Thomas menulis bahwa Mossad merekrut banyak sayanim di sejumlah negara, terutama negara Muslim atau mayoritas penduduknya Muslim.
Sayanim adalah orang Yahudi yang tinggal di suatu negara yang secara sukarela memberikan informasi kepada Mossad. Sejarah keberadaan keturunan Yahudi di Indonesia dimulai sejak Belanda menjajah negeri ini.
Bom Bali kedua itu, menurut Thomas, adalah hasil rancangan Azhari Husin (Thomas tidak menulis tokoh teroris asal Malaysia itu dengan Azahari, seperti kebanyakan media di sini menulisnya).
Segera setelah kejadian itu, Dinas Intelejen Inggris, MI5, mengonfirmasikan bahwa Mustafa yang misterius dan dicari-cari karena peranannya dalam pengeboman di London adalah Azhari Husin. Azhari disebutkan sempat ke London untuk merekrut sendiri sukarelawan bom bunuh diri itu.
Bahkan dia diperkirakan masih ada di London ketika bom meledak, sebagaimana kebiasaanya selama ini 'menikmati' efek kehancuran yang ditimbulkan oleh racikan bomnya.
Luar biasa betul Azhari ini jika memang dia sempat jalan -jalan ke London selama pengejaran yang dilakukan polisi Indonesia. Pantaslah jika ia licin bak belut. Melintasi benua yang ribuan kilometer jauhnya dengan melewati banyak pemeriksaan keamanan untuk memastikan keabsahan paspor palsu yang dia pakai, bukanlah pekerjaan mudah.
Kembali ke Mossad, dinas mata-mata ini mengakui, seperti ditulis Thomas, tidak membutuhkan ucapan terimakasih dari negara atau dinas intelejen yang dibantunya, tidak terkecuali ketika membantu Jakarta melumpuhkan Azhari di Batu. "Sanjungan bak pahlawan tidak punya tempat dalam bisnis kami," ujar mantan Direktur Operasi Mossad Rafi Eiten.
Agaknya karena itulah peranan Mossad dalam pengungkapan terorisme di Indonesia tidak pernah diketahui publik. Lebih kabur lagi adalah keberadaan agen lapangannya dan jaringan informan Yahudi ayanim yang bertebaran di Tanah Air.
Mossad memiliki sejuta cara untuk mendapatkan informasi, bahkan yang paling rahasia sekalipun dari lawan-lawannya. Lihatlah bagaimana mereka mendapatkan informasi mengenai kedatangan petinggi Hamas Mahmoud Mabhouh di Dubai. Dari informasi orang dalam itulah, Mossad membunuh komandan Hamas itu.
Tidak itu saja, menurut Thomas, Mossad adalah dinas mata-mata yang paling mengetahui agen-agen dari negara mana saja yang berada di sekitar hotel Putri Diana di Prancis beberapa saat sebelum kematiannya.
sumber : inilah
foto : gnosticliberationfron
Konveksi Kaos
2 komentar:
buku yang menyesatkan ... emang Azahari bisa bikin bom nuklir ..hhhaa
Kira-kira kalu tu para mata-mata ketahuan bakal ditangkep gak ya ama pemerintah?ya nggak lah. Tu mata-mata mossad orang intel indonesia juga. kepentingannya: mengukuhkan hegemoni negara-negara neoimperialis dan neo liberal.
Posting Komentar