Mantan Anggota NII: Korban Cuci Otak Bisa Gila!

Wartaislam.com - Pelaku cuci otak mampu membuat korbannya menderita. Bila tidak segera dipulihkan, korban cuci otak mengalami depresi berkepanjangan. Bahkan tidak sedikit jiwanya terganggu.

"Kalau kelompok NII gadungan, rata-rata korbannya depresi usai berhasil keluar dari kelompok. Bisa gila!" ujar Adnan Fahrullah (40), mantan pencuci otak yang pernah gabung NII KW 9 sejak 1989 hingga 2004. Adnan ditemui wartawan di sebuah tempat di Kota Bandung, Kamis (21/4/2011).

"Yang menyebabkan korban depresi itu karena di bawah ancaman. Lalu ditargetkan pimpinannya mencari uang serta wajib menyetor. Ancamannya memang dibunuh, tapi semua itu gertakan saja. Soalnya tidak ada yang pernah dibunuh karena keluar dari NII. Kalau hanya didatangi ke rumah sih memang benar," ujarnya.

Setelah berhasil keluar dari kelompok NII dan menyatakan tobat, penderitaan mereka masih membekas. Apalagi, kata Adnan, mantan-mantan NII yang keluar itu bingung karena tidak punya penghasilan tetap. Sebab, dahulunya saat masuk NII, para korban itu meninggalkan pekerjaannya.

"Butuh dua hingga tiga tahun untuk memulihkan para cuci otak ala NII gadungan itu. Ada dengan pendekatan keislaman dengan benar dan cara lainnya," papar Adnan.

Berbeda cuci otak yang dilakukan NII sempalan. Menurut dia, para pelakunya memang mantan NII KW 9 yang membentuk kelompok lain. Cara cuci otak NII sempalan ini ada menggunakan gaya saat dahulu jadi anggota. Intinya pola kerjanya sama dengan gaya NII KW 9 merekrut korban.

"Tapi perkembangannya kini, NII sempalan menggunakan cara hipnotis," ungkap Adnan.

Meski begitu, sambung pris berkumis ini, cuci otak yang selama ini dilakukan NII sempalan tidak berbahaya. Sebab, NII sempalan hanya bersifat sementara. Motifnya kriminal dengan alasan impitan ekonomi.

"Korban cuci otak dari NII sempalan ini tidak terlalu berbahaya. Para korbanya paling hanya lupa ingatan dalam waktu yang tidak panjang. Ya, paling seminggu dan langsung pulih," jelasnya. (dtk)

Garis: Bom Cirebon Erat Kaitan dengan Upaya Pembusukan Umat Islam

Wartaislam.com - Kasus bom yang meledak di masjid Ad Dzikro Mapolresta Cirebon beberapa waktu lalu akhirnya menyudutkan kepada salah satu gerakan Islam tertentu. Hal ini sudah diduga oleh banyak pihak.

PP Gerakan Reformis Islam (GARIS) dalam press releasenya yang diterima wartaislam mensiyalir bahwa pengeboman tersebut  erat kaitannya dengan operasi intelijen untuk pembusukan Islam.

Upaya ini dilakukan untuk mengadu domba antara polisi dengan umat Islam. Oleh karena itu, H. Chep Hernawan ketua Garis menyerukan kepada seluruh komponen umat Islam untuk merapatkan barisan dan waspada terhadap upaya-upaya adu domba diantara umat Islam.


Garis sendiri menyatakan simpati yang mendalam kepada para jamaah yang menjadi korban baik dari masyarakat umum maupun anggota kepolisian. Garis menilai pengeboman di Mesjid dan saat akan dimulainya shalat adalah perbuatan biadab dan menyerang simbol serta ajaran Islam.

Serta Garis menegaskan bahwa pelaku berikut aktor intelektual yang ada di belakangnya adalah orang yang tidak faham fiqih jihad, sebab dalam fiqhih jihad sama sekali tidak dibenarkan melakukan penyerangan teradap rumah ibadah, apalagi mesjid.***(WI-003)
foto : H. Chep Hernawan

HTI Menilai Kelompok NII Rekayasa Intelijen

Wartaislam.com - Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Jawa Barat menilai gerakan kelompok Negara Islam Indonesia (NII) merupakan rekayasa intelijen. HTI Jabar meragukan saat ini ada gerakan NII.

"Betul enggak itu NII. Harus diusut lebih dalam lagi. Kami khawatir adanya gerakan NII ini hanya upaya intel untuk diskreditkan Islam," ujar Humas HTI Jabar Luthfi Afandi.

Luthfi mengungkapkan hal tersebut di sela aksi ratusan massa HTI Jabar soal penolakan segala bentuk tindak kekerasan, di Lapangan Gasibu, Kota Bandung, Kamis(21/4/2011).

Terkait aksi penculikan mahasiswa yang dituding pelakunya kelompok NII, dia meminta masyarakat jangan langsung meyimpulkan semua itu tindakan pengikut NII. "Kami memang menolak NII. Tetapi publik seringkali mengeneralisir. Nah, perlu didalami ada apa di balik gerakan NII itu," tutup Luthfi. (dtk)

NII Dinilai Rekayasa Rezim Pemerintah Berkuasa dan Bukan Gerakan Islam

Wartaislam.com - Fenomena cuci otak (brain wash) kembali menjadi perhatian publik, menyusul hilangnya sejumlah orang yang diduga menjadi korbannya. Ada dugaan, isu yang mengusung pendirian Negara Islam Indonesia (NII) merupakan bagian politik rezim yang berkuasa.

"Yang pasti, cuci otak NII bukan merupakan gerakan Islam. NII itu gerakan politik yang ujung-ujungnya pada kekuasaan," kata Pembantu Rektor II IAIN Sunan Ampel, Surabaya Prof Dr. Abdul A’la, Surabaya, Kamis, 21 April 2011.

Dikatakan Abdul A'la, isu global tersebut sengaja digulirkan dengan skenario metode cuci otak. Padahal, doktrin NII dengan cuci otak sangat tidak sesuai dengan ajaran Islam. Terkait itu, pemerintah diminta lebih tegas menyikapi persoalan yang terus bergulir dan sudah menggunakan simbol agama ini.

"Pemerintah menurut saya memang tidak tegas," lanjut lelaki yang menghabiskan studi S3-nya di UIN Jakarta, jurusan Teologi Islam itu.

Lebih jauh Abdul A'la menguraikan, simultan yang dimasukkan dalam model rekrutmen anggota tidak jauh beda dengan gerakan NII yang pernah tumbuh sebelumnya pada tahun 1991-an silam. Ketidaktegasan pemerintah tersebut terlihat dari proses pembiaran yang terus menggelinding pada proses cuci otak tersebut.

"Kalau kita tilik, sebenarnya ada tarik ulur antar kepentingan politik rezim penguasa saat ini. Metode ini memiliki korelasi dengan perjuangan Kahar Muzakar, Kartosuwiryo," urainya.

Pemikiran tersebut, tidak jauh beda dengan paparan yang disampaikan aktifis Islam, Zulqornaen. Lelaki berjenggot ini mengatakan, program cuci otak merupakan konsep dalam skenario besar pemerintah.

Zulqornaen malah menduga itu adanya campur tangan Badan Intelijen Negara (BIN) dalam proses doktrinisasi tersebut.

"Tidak ada yang tidak terkonsep dalam sebuah tujuan. Dan, model seperti ini (cuci otak) tidak lepas dari sebuah pekerjaan intelijen. Dan, tujuan cuci otak sangat beragam," ungkap Zulqornaen.

Zul mengingatkan, sebenarnya secara institusi, NII sudah tidak lagi ada di bumi Indonesia. Namun, secara ideologi, masih ada pengikut dan pelaku yang memang menginginkan adanya perubahan dalam status negara berdasarkan syariat Islam.

"Yang paling ditakutkan adalah, NII ini akan bermetafora dan menjadi sebuah jaringan mengakar ke Al Qaidah. Dan itu akan terjadi jika tidak segera dilakukan antisipasi dini," tegas Zul.

Dia kemudian menyarankan, perlu ada pemahaman secara kaffah dalam mempelajari sebuah ajaran, khususnya Islam. Selain itu, butuh kecermatan dalam memahami substansi dari modus cuci otak.

Disebutkan, yang patut disoroti adalah doktrin yang berbalut agama. Karena untuk bisa memahami sebuah ajaran dibutuhkan waktu yang tidak sedikit apalagi untuk memahami pokok dasar beragama.

"Yang ini lain, cuci otak ini sifatnya instan untuk bisa mengendalikan pengikutnya," katanya.

Dan, tips yang bisa dipakai menangkal cuci otak adalah dengan mencermati penyamaran cuci otak bermodus agama. Hal lain yang harus diketahui adalah tentang realita objektif termasuk memahami Islam secara benar. (vivanews)