Hidayatullah.com--Majelis Ulama Indonesia (MUI) mempermasalahkan draf Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH), karena dalan RUU JPH menghilangkan peran MUI sebagai lembaga yang memberikan sertifikasi terhadap produk makanan.
Pernyataan itu disampaikan Ketua MUI KH Ma’ruf Amin dalam jumpa persnya di Kantor MUI, Jakarta, Kamis siang. Hadir dalam acara itu, Direktur LPPOM MUI M Nadratuizzman Hosen.
“Pemberian sertifikasi halal terhadap suatu produk makanan yang akan dikonsumsi oleh masyakarakat perlu dilakukan lembaga yang memiliki kompetensi di bidangnya untuk menghindari pemberian sertifikasi yang asal-asalan,” tambah Ma’ruf.
Selain itu MUI juga menyatakan tak ikut tanggungjawab terhadap kehalalan produk yang sertifikatnya tak dikeluarkan oleh pihaknya. Menurut MUI sertifikat merupakan hukum dalam bentuk fatwa yang tertulis dan yang berkompeten menetapkannya adalah ulama.
"Kalau yang mengeluarkan pihak lain yang tidak berkompeten berarti tidak sah," katanya dalam jumpa pers usai diskusi mengenai Rancangan Undang-undang Jaminan Produk Halal di kantornya, Kamis (23/7).
MUI menentang kewenangan mengeluarkan sertifikat halal diserahkan kepada pihak lain selain oleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika yang dinaunginya. Meski ada kitab fiqih dan tafsir yang dapat menjadi panduan masyarakat, tetapi ada pertimbangan-pertimbangan lain yang digunakan dalam menetapkan kehalalan suatu produk. Menetapkan fatwa tak sederhana hanya berdasarkan panduan teknis.
Fatwa harus dikeluarkan oleh pihak yang berkompeten, jika dikeluarkan oleh pihak lain meski dengan panduan yang benar, hasilnya tetap tidak sah. Apabila RUU Jaminan Produk Halal disahkan dengan tidak mengikutsertakan MUI, maka sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga lain dianggap tak sah. Namun, jika masyarakat meminta MUI menguji kembali, maka hal itu akan dilakukan.
Menurut dia, MUI sudah bekerja selama 20 tahun dalam memberikan sertifikasi halal, termasuk pengawasan terhadap suatu produk makanan. Banyak berbagai negara yang belajar
kepada MUI dalam prosedur tahapan pemberian sertifikasi halal, tapi mengapa dalam draf RUU JPH peran MUI dihilangkan.
Namun, lanjut dia, dalam draf RUU JPH pemberian sertifikasi akan diserahkan kepada Departemen Agama atau lembaga baru di bawah menteri yang akan dibentuk nanti.
“Karena itu, kalau draf RUU JPH tetap disahkan menjadi undang-undang dan dalam undang-undang itu peran MUI hilang sebagai lembaga yang memberikan sertifikasi, maka MUI tidak akan bertanggungjawab terhadap undang-undang tersebut,” demikian Ma’ruf.
Ia mengatakan pada prinsipnya MUI setuju saja dengan draf JPH kalau dalam rancangan undang-undang itu memperhatikan, kewajiban sertifikasi dan labelisasi, pemberian tanda halal, pengawasan peredaran produk halal, pendidikan halal dan penegakan hukum. [pos/tem/cha/www.hidayatullah.com]
sumber : www.hidayatullah.com
0 komentar:
Posting Komentar