(wartaislam.com) JAKARTA - Fatwa haram rokok dikeluarkan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah, bukan PP Muhammadiyah. Fatwa tersebut saat ini lebih ditujukan untuk internal Muhammadiyah dan baru dibahas untuk menjadi keputusan organisasi pada Munas Muhammadiyah 5 tahun lagi.
"Fatwa mengikat ke internal Muhammadiyah yang sepaham. Kalau di luar Muhammadiyah itu terserah, yang setuju silakan ikut," kata Ketua PP Muhammadiyah Bidang Tarjih, Yunahar Ilyas, saat dihubungi detikcom, Senin (15/3/2010).
Yunahar menambahkan, bukan berarti Muhammadiyah mensyaratkan 'tidak merokok' bagi mereka yang tertarik bergabung ke ormas Islam kedua terbesar di Indonesia ini dengan munculnya fatwa tersebut. "Nggak menjadi persyaratan, Muhammadiyah itu kan organisasi dakwah. Prinsipnya, orang masuk dulu, baru di dalamnya dididik Muhammadiyah," bebernya.
Yunahar menegaskan, fatwa adalah pendapat agama, bukan instruksi maupun undang-undang. "Tentu kalau jadi keputusan organisasi, fatwa ini akan diikuti sanksi organisasi bagi yang tidak mengikuti. Tapi sekarang belum," jelasnya.
Di Muhammadiyah, ada dua hal yang perlu diketahui, yaitu fatwa dan keputusan. Fatwa adalah pendapat agama dan dikeluarkan suatu majelis di ormas tersebut yaitu Majelis Tarjih.
Sebuah fatwa bisa menjadi keputusan organisasi setelah dibahas di forum yang lebih tinggi yaitu Musyawarah Nasional (Munas) Muhammadiyah, yang khusus membahas masalah agama. Jika keputusan telah disepakati, tidak ada tawar-menawar lagi.
"Semua warga Muhammadiyah harus tunduk dengan keputusan, ini termasuk pimpinan pusat," katanya.
Munas akan dilakukan pada 1-4 April mendatang di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Namun fatwa haram rokok dari Majelis Tarjih belum dijadikan sebagai salah satu agenda.
"Karena jarak keluar fatwa haram rokok dan sosialisasi sangat sedikit. Fatwa akan dikirim ke daerah-daerah dan dipelajari dulu, mungkin di Munas berikutnya (5 tahun lagi) baru akan dibahas," papar pria yang mengaku sejak lahir tak merokok ini.
sumber : detik
0 komentar:
Posting Komentar