Rencana Iran Dirikan Negara Bagian Syiah Di Irak

Pemimpin partai liberal di Irak, Iyad Jamaluddin, menyampaikan peringatan mengenai semakin tumbuh suburnya pengaruh Iran di negeri 1001 malam tersebut. Kekhawatiran itu teringkap setelah proses negosiasi yang berujung pada pembebasan Peter Moore, dua tahun setelah diculik.

Dalam sebuah artikel surat kabar the Independent pada hari Minggu lalu, ia mengatakan bahwa meski ada penyangkalan dari banyak pihak sejak semula, segalanya menjadi semakin jelas. Moore bukan diculik oleh para kriminal yang menginginkan uang tebusan, namun oleh kekuatan yang didorong oleh alasan politik dan memiliki agenda yang jauh lebih besar daripada sekedar uang tebusan.

 Kekuatan tersebut adalah sebuah agenda tersembunyi Iran untuk merubah Irak menjadi “Iran”. Merubah segala hal di Irak, kecuali nama negaranya.
“Kemudian timbul pertanyaan, siapa yang diuntungkan dari hal itu? Tidak lain adalah para pendukung Syiah Iran (di Irak) yang mendukung segala kebijakan Iran. Mereka sudah siap untuk kembali menggabungkan diri,” katanya. Ia menambahkan bahwa harga yang harus dibayar atas pembebasan Moore adalah Qais Khazaali, seorang anggota sayap militer kelompok yang didukung oleh Iran.

Ia mengindikasikan bahwa Iran terlibat dalam penculikan Moore, yang dibenarkan oleh Komandan AS, Jenderal David Petraeus, yang menyebukan bahwa Moore memang sempat ditahan selama beberapa waktu di Iran. Petraeus juga mengatakan bahwa penculikan Moore dan para pengawalnya berada di luar kemampuan kelompok milisi Irak.

Inggris dan Iran sama-sama menampik sebuah laporan berita dari media Inggris yang menyebutkan bahwa penculikan seorang pakar komputer Inggris dan para pengawalnya pada tahun 2007 lalu didalangi oleh Garda Revolusi Iran, ditambah lagi bahwa mereka ditahan di Iran.

Peter Moore, 36, dibebaskan tanpa mengalami luka sedikitpun pada hari Rabu (30/12) tahun lalu setelah menghabiskan waktu dua setengah tahun dalam tahanan, banyak yang mengira bahwa seluruh pengawal telah tewas.

Inggris mengatakan bahwa pihaknya “tidak memiliki bukti” untuk mendukung cerita surat kabar the Guardian yang menyebutkan bahwa Garda Revolusi Iran mempimpin operasi penculikan dan membawa kelima pria Inggris tersebut ke Iran untuk ditahan.

Iran juga membantah laporan tersebut dan mengatakan bahwa dugaan keterlibatan negaranya adalah sebuah tuduhan yang “tidak berdasar”. Iran mengatakan bahwa mereka termotivasi oleh “kemarahan” Inggris menyusul tindakan Iran terhadap protes yang digelar kubu oposisi.

“Tuduhan itu berasal dari kemarahan Inggris terhadap unjuk rasa yang melibarkan jutaan warga Iran untuk mengecam campur tangan Inggris dalam masalah internal Iran,” kata Ramin Mehmanparast, seorang juru bicara kementerian luar negeri seperti dikutip oleh Al-Alam, saluran berita milik pemerintahan.
Sebuah surat dari pemerintah Irak menunjukkan besarnya pengaruh Iran di Irak. Pengaruh Iran begitu terasa, khususnya di partai Dawa, partai dari Perdana Menteri Nuri al-Maliki.

Al-Maliki berlindung ke Teheran pada masa kekuasaan mendiang Saddam Hussein. Tidak mengherankan jika al-Maliki tidak menentang Iran, karena dirinya berhubungan erat dengan Iran, dalam hal pemikiran dan aliran agama, demikian halnya dalam bidang pendanaan.

Dalam demonstrasi Iran, Jamaluddin mengatakan bahwa perubahan di Teheran sudah di ambang pintu. Sebuah pengingat bahwa revolusi memberikan kekuatan kepada demonstrasi, tanpa menggunakan senjata. /.suaramedia.

0 komentar:

Posting Komentar