Isi ceritanya sederhana, tapi mampu menampilkan efek yang luar biasa. Itulah yang terjadi ketika banyak sekali pujian yang dilontarkan oleh para peserta diskusi dan Pemutaran Film Iran di Pusat Da'wah Islam Indonesia (PUSDAI) Jabar, Kamis (19/11/09).
Acara yang diselenggarakan oleh Yayasan Muthahhari bekerja sama dengan Atase Kebudayaan Republik Islam Iran ini, menghadirkan salah satu sutradara terbaik Iran, Mr. Gholam Reza Ramezani sebagai Keynote Speaker.
Dalam diskusi film ini , dua film yang dibahas “The Cart” dan “Hayyat” adalah film karya Gholam. Keduanya merupakan film-film Iran yang saat ini tengah dipublikasikan di Indonesia dalam rangkaian sebuah acara Festival Film Iran yang dimulai di Jakarta Senin-Rabu (16-18/11/09).
Hadir pula atase kebudayaan Iran, Mr. Rabbani memberikan sambutan didampingi pihak yayasan Muthahhari yang diwakili oleh Miftah Fauzi Rakhmat, Lc dan direktur PUSDAI Jabar, Drs. H. Zainal Abidin, M.Ag.
Dalam sambutannya Rabbani menyatakan bahwa Iran yang selama ini dikenal dengan isu politiknya, dengan minyaknya dan dengan Islamnya, maka kali ini datang ke dunia internasional untuk membicarakan filmnya. Dan ia berharap Indonesi-Iran ke depan bisa bekerja sama dalam dunia perfilman mengingat kedua negara ini memiliki kesamaan kultur yang sangat kuat.
Rabbani juga mengungkapkan ide cerita dalam film Iran kebanyakan bercerita tentang kehidupan sehari-hari yang sangat sederhana, akan tetapi begitu menyentuh. Dan ini juga sebagai penanda antara film Iran dengan film dari bumi belahan barat sana.
“Perbedaan film Iran dengan Barat terletak pada penekanan isinya. Jika Film Barat lebih banyak bercerita tentang hal-hal yang spektakuler, booming dan popular maka dalam film Iran kita akan menemukan penekanan yang sangat kental tentang budaya, agama, moral dan akhlak,” ungkapnya.
Sementara Tiga orang panelis yakni sang sutradara film Mr. Gholam, pengamat film Iran Bambang Q Anees dan kritikus film Iran Tobing Jr turut hadir meramaikan acara tersebut.
Gholammenyampaikan bahwa film garapannya dibuat dalam waktu yang cukup lama, sekitar Tiga tahun.
“Saya membuat film ini dengan terjun langsung di lapangan, sehingga ketika ada perubahan situasi, maka film ini pun menyesuaikan hingga akhirnya dalam waktu tiga tahun film Hayyat ini baru selesai,” katanya.
Bagi Bambang dan Tobing sendiri kedua film ini patut mendapatkan acungan jempol. Mereka menilai film-film garapan sutradara Iran ini mampu menampilkan dakwah Islam yang tidak verbalis. Berbeda dengan film-film dakwah yang pernah ada di Indonesia, yang sarat dengan simbol-simbol keagamaan./Alhikmahonline.
0 komentar:
Posting Komentar