
Dalia Mogahed, analis senior dari Pusat Studi Muslim Gallup, melakukan wawancara telepon dengan acara ini pada tanggal 8 Oktober. Saat itu acara dipandu oleh Ibtihal Bsis Ismail, anggota Hizbut Tahrir, dan mendatangkan bintang tamu lain dari perwakilan media wanita kelompok tersebut, Nazreen Nawaz.
Mogahed mengatakan bahwa ia tidak akan setuju untuk diwawancara jika ia tahu afialiasi mereka sebelumnya dan ia juga berpendapat bahwa Ismail telah menyesatkannya untuk melakukan propaganda atas sebuah gerakan ideologis.
“Saya tidak menyesali apa pun yang saya katakan,” ujarnya. “Penyesalan saya adalah karena telah masuk ke acara itu.”
Mogahed adalah salah satu dari 25 perwakilan agama yang menjadi anggota dewan sukarela yang memberikan saran-saran pada Kantor Gedung Putih untuk Rekanan yang berdasarkan Agama dan Lingkungan mengenai isu-isu kebijakan.
Mogahed mengatakan bahwa ia mengira departemen hubungan masyarakat Gallup telah menjadwalkan kedatangannya ke acara itu untuk membahas data yang ia miliki tentang wanita Muslim. Mogahed telah melakukan beberapa penelitian tentang kaum Muslim, termasuk sebuah analisis mengenai sikap wanita Muslim pada tahun 2005. Ia juga merupakan penulis buku “Siapa yang Berbicara untuk Islam?: Apa yang benar-benar Dipikirkan oleh Satu Miliar Muslim.” yang diterbitkan tahun 2009.
Dalam diskusi tentang “Dilema Muslimah” yang berlangsung selama 45 menit dan ditayangkan oleh jaringan Inggris kecil, Nawaz, Ismail dan beberapa penelepon mengecam demokrasi, memuji syariah dan menyarankan restorasi kalifah.
Mogahed mengatakan bahwa ia merasa semakin tidak nyaman dengan diskusi itu dan berpikir untuk menutup teleponnya. “Saya tidak melakukannya karena saya tidak mau menimbulkan berita dengan melakukan sesuatu yang dramatis. Saya hanya ingin segera mengakhirinya dan mengatakan apa yang dapat saya katakan mengenai penelitian saya dan tidak perna terlibat dalam acara itu lagi.”
Dalam acara itu, Mogahed mendeskripsikan hasil penelitiannya ke dalam sikap dan keyakinan semua Muslim di seluruh dunia.
Hizbut Tahrir, organisasi berusia 55 tahun yang dimulai di Yerusalem dan menyebar ke 40 negara, telah berada di bawah penyelidikan AS selama bertahun-tahun. Departemen Dalam Negeri telah memasukkan kelompok ini ke dalam laporan dunianya mengenai terorisme selama sepuluh tahun terakhir.
Dalam laporan tahunannya yang terakhir, “Country Reports on Terrorism,” Departemen Dalam Negeri mengatakan bahwa meskipun tidak ada bukti yang memperlihatkan Hizbut Tahrir melakukan aksi terorisme internasional, kelompok itu telah secara terang-terang menyerukan pada kaum Muslim untuk pergi ke Irak dan Afghanistan untuk membantu saudara Muslim disana./suaramedia
0 komentar:
Posting Komentar