VIVAnews - Pemimpin Libya, Muammar Khadafy, mencela Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang dianggap gagal menjaga perdamaian dunia. Demikian salah satu inti pidato Khadafy di Sidang Tahunan Majelis Umum Peserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Rabu pagi 23 September 2009 (Rabu malam WIB).
Inilah pidato pertama bagi Khadafy di depan sidang PBB sejak 40 tahun memimpin Libya. Khadafy menganggap PBB gagal mencegah berkobarnya rangkaian peperangan. Dia mencatat sedikitnya 65 perang besar terjadi sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua 1945 atau sejak PBB dibentuk.
Khadafi pun menuduh negara-negara kuat dunia meremehkan dan memperlakukan negara lain sebagai negara kelas dua. Pidato Khadafi fokus pada ketidakberimbangan DK PBB karena lima anggota tetapnya, AS, Rusia, China, Inggris, dan Prancis memiliki hak veto.
"Seharusnya itu disebut 'dewan teror'," kata Khadafi. Dia meminta agar hak veto dihapus dan keanggotaan diperluas dengan menyertakan suara lebih besar dari negara-negara Afrika, Amerika Latin, serta negara-negara Muslim dan Arab.
Sementara pidato pemimpin negara lain fokus ke masa depan, pidato Khadafi banyak mengenang masa lalu. Dia menyalahkan DK PBB karena gagal mencegah atau mengintervensi 65 perang sejak PBB didirikan pada 1945.
Dia juga meminta perbaikan besar-besaran atas kolonialisasi Afrika, mendesak investigasi tambahan atas kematian Sekretaris Jenderal PBB Dag Hammarskjold pada 1961, Presiden AS John F. Kennedy tahun 1963, pejuang hak asasi AS Martin Luther King pada 1968, dan lainnya.
Para pimpinan delegasi sebenarnya hanya diperbolehkan berbicara sekitar 15 menit. Kode berupa lampu merah akan menyala bila tiba saatnya mereka berhenti berpidato. Namun, aturan itu dilanggar sejumlah pemimpin delegasi, termasuk Presiden Amerika Serikat, Barack Obama.
Saat berpidato, Obama tidak mempedulikan lampu itu dan berbicara selama 38 menit. Namun pelanggaran yang dilakukan Khadafy lebih parah.
Pemimpin Libya berusia 67 tahun itu berpidato selama 1 jam 36 menit. Ini membuat jadwal pidato delegasi sesudahnya berantakan dan mengganggu jadwal makan siang yang disediakan Sekjen PBB Ban ki-moon untuk menyambut kehadiran lebih dari 100 pemimpin negara dan pemerintahan. (AP)
Pidato Teralam Kedua
VIVAnews - Pemimpin Libya, Muammar Khadafy, melanggar jatah waktu 15 menit untuk berpidato di hadapan sidang tahunan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, Rabu malam 23 September 2009. Dalam pidato pertama kali di depan sidang PBB, Khadafy berbicara selama lebih dari satu setengah jam. Padahal, delegasi lain rata-rata berpidato selama 30 menit.
Seperti dikutip laman harian The New York Times, Khadafy mendapat giliran usai Presiden Barack Obama. Setelah diperkenalkan kepada seluruh pengunjung sidang sebagai pemimpin revolusi, presiden Uni Afrika, dan 'raja dari segala raja Afrika', pemimpin yang dipanggil Kolonel Khadafy ini melanggar protokol dengan berbicara lebih dari 1 jam 36 menit.
Namun, Khadafy belum mampu mengalahkan rekor pidato terlama yang dilakukan mantan pemimpin Kuba, Fidel Castro. Di sidang tahunan Majelis Umum PBB pada 26 September 1960, Castro berbicara selama 4 jam 29 menit.
Khadafy yang berusia 67 tahun tersebut naik ke podium membawa kertas-kertas berwarna kekuningan dengan catatan ditulis tangan tetapi bukan naskah pidato. Dia juga tidak membaca teks dari perangkat Teleprompter.
Fidel Castro saat berpidato di Sidang Tahunan Majelis Umum PBB, 26 September 1960 (AP Photo)
"Tolong perhatikan!" kata Khadafy di sela-sela pidato. Meski mencela Dewan Keamanan PBB, dia memuji kepemimpinan Obama yang pada saat itu sudah meninggalkan ruang sidang segera setelah berpidato.
Dampak pidato Khadafy mengejutkan. Setengah ruang sidang kosong. Padahal saat pidato Obama, ruang sidang masih penuh delegasi. Para delegasi lain tampak merasa jengkel dan kelelahan mendengarkan pidato Khadafy.
Namun, selesai berpidato, Khadafy bertepuk tangan dengan tangan di atas kepala. Kemudian Khadafy melambaikan tangan, seakan-akan dia mendapat kemenangan sembari meninggalkan podium.
Khadafi Tak Jadi Menginap Di Tenda
VIVAnews - Setelah ditolak banyak warga Amerika, Muammar Khadafy akhirnya tak jadi menginap di tenda. Pihak terakhir yang menolak adalah konglomerat Donald Trump.
Tadinya, Trump menyewakan lahan di suatu kompleks pemukiman mewah di kota Bedford, negara bagian New York, Amerika Serikat, kepada Khadafy. Sebagai keturunan suku Bedouin, pemimpin Libya itu lebih suka tinggal di tenda yang didirikan di lapangan luas.
Ini merupakan kali pertama bagi Khadafy mengunjungi AS sejak tampil menjadi pemimpin Libya 40 tahun lampau. Selama di Amerika, Khadafy menyampaikan pidato dalam sidang tahunan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di New York, Rabu 23 September 2009.
Namun, Khadafy mengurungkan niat untuk menginap di dalam tenda selama beberapa hari kunjungannya di AS. Pasalnya, dia ditolak sana-sini untuk mendirikan tenda.
Awalnya, Khadafy ingin mendirikan di taman Central Park di Kota New York, yang dekat dengan Markas Besar PBB. Setelah ditolak, pemerintah Libya kemudian memindahkan lokasi di suatu halaman rumah di New Jersey. Namun, lagi-lagi ditolak oleh penduduk setempat, yang masih marah dengan Khadafy lantaran melindungi seorang teroris pengebom pesawat Pan Am di Skotlandia, yang menewaskan ratusan penumpang Amerika tahun 1988.
Belakangan, Trump menyediakan lahan di propertinya yang terletak di kota Bedford, negara bagian New York. Lokasinya berjarak 80 kilometer dari sebelah utara Kota New York.
Namun, menyusul protes dari penduduk dan pemerintah setempat, Trump akhirnya meminta pihak Khadafy untuk membongkar tenda. "Kami telah meminta pihak penyewa properti di Bedford untuk menyingkirkan tenda yang telah didirikan," kata Rhona Graff, juru bicara Trump Organization seperti dikutip laman New York Daily News.
Muammar Khadafy. (AP Photo)
"Mereka mematuhi permintaan itu. Bapak Khadafy pun tidak akan ke sana," lanjut Graff. Setelah tak jadi tinggal di tenda, Khadafy dikabarkan menginap di suatu properti milik Kantor Perwakilan Tetap Libya untuk PBB di kawasan elit Manhattan di Kota New York.
Pemerintah Libya tidak berkomentar atas penolakan penduduk di New York dan New Jersey mengenai pendirian tenda untuk Khadafy.
viva.news
0 komentar:
Posting Komentar