ALHIKMAHONLINE.COM – Peristiwa penangkapan petinggi Arrahmah.com, Mohammad Jibril sontak mengagetkan semua pihak. Karena Jibril ditangkap oleh Tiga orang berbadan besar yang belakangan diketahui merupakan anggota Densus 88.
Penangkapan Jibril yang semula ditetapkan masuk dalam Daftar Pencarian Orang ( DPO ) memicu komentar disana sini karena dinilai janggal. Kejanggalan tersebut seperti dilansir detik.com antara lain adalah pengakuan Abu Jibril, ayah dari Mohammad Jibril bahwa anaknya setiap hari pulang ke rumah untuk berbuka puasa. Bahkan polisi sebelumnya belum pernah bertanya tentang keberadaan Jibril. Hanya dua jam setelah ditetapkan masuk DPO, Jibril ditangkap.
Fauzan Al Anshari, Ketua Gerakan Nasional Anti Teroris ( GRANAT ) menyesalkan cara penangkapan Jibril ini.
Ketika dihubungi oleh Alhikmahonline pada Rabu (26/08/09) Fauzan menyebutkan bahwa ada keanehan dalam proses penetapan DPO dan penangkapan Jibril.
“Mabes Polri sore harinya mengadakan jumpa pers dan menyatakan bahwa mereka akan meminta klarifikasi keluarga sehubungan dengan ditetapkannya Jibril masuk DPO namun hanya berselang dua jam saja, Jibril dicokok di tengah perjalanan menuju ke rumah keluarganya. Apa tidak aneh ?” Tanya Fauzan .
Hal ini , menurut Fauzan tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Mabes. Lebih lagi, rumah orangtua Jibril jelas alamatnya, seharusnya pihak kepolisian mendatangi rumah orangtuanya dan tidak perlu penangkapan paksa seperti itu.
“Yang aneh lagi, Mabes Polri sempat mengatakan bahwa pihaknya tidak tahu menahu tentang penangkapan ini dan akan mencari tahu. Kalau begitu, siapa yang memerintahkan Densus 88 untuk menangkap Jibril ? “ ujar Fauzan
Fauzan merasa kecewa karena Jibril seolah sudah divonis bersalah sebelum terbukti kebenarannya. Jibril yang ditangkap karena dicurigai terlibat dalam pendanaan terorisme sudah diadili oleh opini publik.
“Penangkapan dan penggeledahan yang dilakukan oleh Densus 88 telah membangun opini buruk bahwa yang bersangkutan seolah-olah terlibat terorisme,” ujar Fauzan sedikit emosi.
Fauzan membandingkan penangkapan Jibril dengan penangkapan koruptor. Jika koruptor akan ditangkap, pihak KPK mendatanginya secara baik-baik. Sementara jika menangkap orang yang dicurigai sebagai teroris, aparat cenderung represif.
“padahal koruptor jauh lebih besar merugikan negara daripada teroris. Bagi saya, ini perlakuan yang diskriminatif dan sangat menyakitkan,” ujar Fauzan menutup pembicaraan.
(Lygianostalina/ Alhikmahonline)
0 komentar:
Posting Komentar