Ada Apa Dibalik 16 Agustus 1945



Dalam bukunya Sejarah Perjuang Indonesia seorang pengarang bernama Muhammad Dimyati menulis pada hal 90 antara lain :

Pada tanggal 16 Agustus jam 4.30 pagi berangkatlah Bung Karno-Hatta keluar dari kota Jakarta dengan mobil, diantarkan oleh Sukardi dan J. Kunto menuju tangsi Rengasdengklok, karena dikuatirkan kedua pemimpin itu akan diperalat oleh Jepang kalau tetap tinggal di rumahnya.

Tangsi Rengasdengklok pada waktu itu telah dikuasai oleh pemuda-pemuda Indonesia, yang akan memberontak kepada Jepang. Di sana diadakan perundingan untuk segera memproklamirkan Indonesia merdeka. Karena belum tercapai kata sepakat dan kebulatan tekad, kemudian pada malam 17 Agustus jam 12 perundingan diteruskan di sebuah gedung di Nassau-boulevard kota Jakarta..”

Tulisan ini beredar sewaktu kedua proklamator Sukarno dan Hatta masih hidup, begitu pula dengan pemimpin-pemimpin lainnya yang menyaksikan dan ikut aktif dalam proklamasi kemerdekaan RI. Apakah betul peristiwa Rengasdengklok menjadi ujung tombak perjuangan kemerdekaan waktu itu sebagaimana diketahui banyak orang?


Setelah tulisan ini beredar, Dr Hatta memberikan reaksi dengan tulisan berjudul Legende dan Realiteit sekitar Proklamasi 17 Agustus.

“Sukarno-Hatta yang dilarikan ke Rengasdengklok karena dikuatirkan kedua pemimpin itu akan diperalat oleh Jepang kalau tetap tinggal di rumahnya, dibawa kembali ke Jakarta untuk meneruskan perundingan yang tidak selesai di Rengasdengklok dalam uraian yang beberapa kalimat saja sudah ada jalan pikiran yang bertentangan. “Dikuatirkan kedua pemimpin itu akan diperalat oleh Jepang kalau tetap tinggal di Rumahnya.” tetapi mereka dibawa lagi ke Jakarta. Logika?

Yang sebenarnya tangsi Rengasdengklok adalah asrama PETA (Tentara Pembela Tanah Air). Pasukan Jepang tidak ada di sana. Di Rengasdengklok tidak ada perundingan satupun. Di sana kami menganggur satu hari lamanya, seolah-olah mempersaksikan dari jauh gagalnya suatu cita-cita yang tidak berdasarkan realiteit.

Tetapi kalau ada satu tempat di Indonesia dimana betul-betul ada perampasan kekuasaan, tempat itu ialah Rengasdengklok. Atas anjuran Sukarni dari Jakarta, pasukan PETA di sana menangkap dan menawan wedana yang berkuasa disana beserta dua atau tiga orang Jepang “Sakura” yang mengurus hal beras. Kebetulan pula hari itu Sutardjo Kartohadikusumo, yang pada waktu itu menjadi Sjutjokan Jakarta untuk memeriksa keadaan persediaan beras, dan ia ikut ditawan. “Coup d’etat” ini terjadi dalam keadaan aman dan tentram, sehingga tak banyak orang yang mengetahui.

Jauh dari pada suatu kemenangan dari pemuda, penculikan Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok dan kembalinya hari itu juga ke Jakarta adalah suatu pembuktian kepada sejarah daripada bangkrutnya suatu politik dengan tiada perhitungan, yang semata-mata berdasarkan sentiment. Pernyataan pula dari pada politik-tidak-mampu! Karena penculikan itulah maka proklamasi Indonesia Merdeka, yang mulanya kami tetapkan tanggal 16 Agustus, jadi terlambat satu hari. dengan kupasan di atas ini kami tidak bermaskud mengecilkan jasa pemuda dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Jsa pemuda besar sekali”

Tulisan ini diambil dari catatan KHM Rusyad Nurdin yang berjudul Mempelajari sejarah dalam bukunya Profile Seorang Muballigh yang diterbitkan olehYayasan Corp Muballigh Bandung hal 69


M.yasin

0 komentar:

Posting Komentar