Pejuang Islam sejati rela melepaskan jabatannya tapi menolak untuk tunduk apalagi mengikuti kemauan musuh-musuhnya. Itulah yang dicontohkan Ismail Haniyah, salah satu tokoh pimpinan Hamas yang menjabat sebagai perdana menteri Palestina di Gaza.
Dalam pidatonya pada acara perayaan kelulusan siswa sekolah menengah di Gaza, Haniyah mengatakan bahwa dirinya dan para menteri kabinetnya rela melepaskan jabatan untuk memulihkan persatuan rakyat Palestina. Tapi ia menegaskan tidak akan pernah menyerahkan hak-hak rakyat Palestina pada Zionis atau pada AS.
"Kami siap melakukannya (melepas jabatan), tapi tidak dengan mengorbankan kesetiaan dan hak rakyat Palestina," kata Haniyah.
Menurut Haniyah, persatuan nasional di Palestina bisa tercapai jika seluruh rakyat Palestina menolak semua apa yang diinginkan AS dan Zionis dan menolak seruan yang meminta rakyat Palestina mengakui eksitensi negara Zionis.
Sebelumnya, Kepala Biro Politik Hamas, Khaleed Mishaal menegaskan tidak akan mengakui kesepakatan-kesepakan damai yang dilakukan Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas dengan Israel, kecuali kesepakatan itu disetujui oleh rakyat Palestina lewat referendum. Pernyataan itu disampaikan Mishaal saat bertemu dengan Alexander Saltanov, deputi menteri luar negeri Rusia di kota Damaskus.
Dalam pidatonya pentolan Hamas itu pernah mengatakan bahwa Hamas akan menerima pendirian negara Palestina berdasarkan perbatasan tahun 1967 (sebelum terjadi perang Arab-Israel) dengan syarat Yerusalem menjadi ibukota negara Palestina dan pemulihan hak kembali ke tanah air bagi para pengungsi Palestina. Dua syarat yang ditolak Israel
"Menerima pendirian negara Palestina berdasarkan perbatasan tahun 1967, bukan berarti kami akan mengakui Israel," tandas Mishaal. (ln/hz/pic)
sumber : eramuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar