
ALHIKMAHONLINE.COM–Departemen Agama dan Komisi VIII DPR –RI mengadakan pertemuan membahas masalah sertifikasi halal pada Rabu malam ( 02/09 ) dan memperoleh kesepakatan bahwa sertifikasi halal tidak lagi ada di bawah Majelis Ulama Indonesia melainkan akan berbentuk badan dan berada di bawah Departemen Agama ( Depag).
Depag dan DPR menjamin bahwa meskipun badan tersebut ada di bawah Departemen Agama namun sepenuhnya akan bersifat independen. Dalam pertemuan tersebut MUI tidak dilibatkan, karena seperti yang dilansir oleh Republikaonline, beberapa hari sebelum pertemuan digelar, Menteri Agama telah bertemu dengan MUI membahas masalah lembaga sertifikasi halal sehingga DPR hanya mengundang pihak Departemen Agama saja.
Ketika dihubungi oleh Alhikmahonline melalui telepon, Ketua MUI Pusat, Amidhan mengatakan bahwa masalah ini memang sudah jelas. Sudah tidak ada yang perlu dibahas lagi.
“Saya kira tentang masalah sertifikasi halal ini sudah banyak dijelaskan dan sudah tidak ada masalah lagi,” ungkap Amidhan.
Sementara di tempat yang berbeda, ketika dihubungi oleh Alhikmahonline Jumat (04/09) Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Barat, Salim Umar mengungkapkan bahwa departemen agama belum tentu memiliki kemampuan untuk mensertifikasi halal dibanding dibanding dengan MUI yang telah berpengalaman selama 20 tahun.
Diakui oleh Salim bahwa memang jangkauan MUI meskipun sudah sampai di pelosok-pelosok kecamatan seluruh Indonesia tapi mungkin belum teratur. Dengan kata lain di pelosok-pelosok desa mungkin berbeda dengan di kota. Sementara departemen agama lebih tertib dan teratur sehingga Departemen Agama merasa perlu untuk mengambil alih lembaga sertifikasi halal ini.
Tapi masih menurut Salim, dilihat dari segi SDM, antara MUI dan Depag mempunyai kemampuan yang sama. Jadi seharusnya tidak perlu sertifikasi halal itu diambil alih pemerintah.
“Saat ini pihak Depag sendiri belum mempunyai tenaga-tenaga ahli yang akan dilibatkan dalam proses sertifikasi halal, sementara MUI sendiri telah berpengalaman dan mempunyai tenaga-tenaga ahli misalnya di bidang teknologi pangan dan kimia. “ ujar Salim.
Lebih lanjut Salim menyebutkan bahwa seharusnya pemerintah jangan mengambil alih lembaga sertifikasi halal tersebut.
“Harusnya, biarkan saja MUI tetap bekerja sebagaimana mestinya dalam proses sertifikasi ini, dan pemerintah kalaupun mau mengawasi, buatlah lembaga kontrol yang tanggung jawabnya adalah mengawasi dan mengontrol MUI dalam menjalankan tugas-tugasnya,” ungkap Salim .
Ketika disinggung mengenai peranan MUI yang hanya sebatas mengeluarkan fatwa saja, Salim dengan nada agak tinggi menjawab bahwa justru ini yang tidak bisa dimengerti. Salim berkata selama ini MUI memiliki tenaga-tenaga ahli. Jika depag tidak melibatkan MUI dan sertifkasi ini masuk ke areal birokrasi ,maka depag akan menemui kemacetan. Di Ulama tidak ada tingkatan-tingkatan birokrasi sehingga lebih mudah. Berbeda dengan birokrasi pemerintahan, dimana suatu putusan di tingkat daerah bisa saja dirubah atau dibatalkan oleh keputusan yang lebih tinggi.
“Di MUI, semua ulama memiliki tingkatan yang sama. Suatu fatwa dari daerah akan dianggap sah oleh pusat sebagai suatu putusan bersama dan tidak akan bisa dibatalkan,” ujar Salim lagi.
Sementara itu Ketua MUI, KH Ma'ruf Amin berpendapat bahwa sertifikasi halal merupakan kewenangan MUI. Secara tegas, Kiai Ma'ruf juga mengaku bahwa MUI tak dilibatkan dalam pertemuan antara DPR dan Depag itu. "Kami masih menganggap, sertifikasi halal itu tetap dikeluarkan oleh MUI," ujar Kiai Ma'ruf seperti yang dikutip dari Republikaonline. Jika DPR dan pemerintah akan mendirikan badan pengelola sertifikasi halal, papar dia, MUI tak akan mengambil peran di dalamnya
Dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III 2009, para ulama bersepakat bahwa sertifikasi halal menjadi kewenangan MUI. Alasannya, sertifikasi halal merupakan ranah hukum Islam.
( Lygianostalina/republikaonline/Alhikmahonline)
0 komentar:
Posting Komentar