Al Musyahadah Pesantren Tua Di Tengah Kota

Wartaislam.com - Sebuah pesantren berdiri kokoh di perbatasan antara Kota Bandung dan Kota Cimahi, persisnya di kawasan Cilember. Namanya pesantren al-Musyahadah, yang memiliki arti sebuah kesaksian, ataupun bermakna menjadi salah satu maqam tertinggi dalam ilmu tasawuf. Tak mengherankan jika pesantren ini bercorak sufistik yang mengajarkan kesederhanaan kepada para santrinya tetapi kokoh dalam beribadah kepada Allah SWT.

Pendirinya, (alm) KH Asep Saefudin yang dikenal Mama Ajengan Cilember. Dulunya pesantren ini bernama Sindang Reret dan terletak di kawasan Cililin, Kabupaten Bandung Barat sekitar tahun 1948. Sang pendiri yang tak mau terlibat DI/TII pimpinan SM Kartosoewiryo maka dengan santri dan masyarakat di sana melakukan hijrah ke pesantren sekarang tahun 1956.

Dalam kaitan dengan dunia pendidikan, pesantren ini menjadi al-Quran sebagai sumber dan fondasi yang kokoh agar terjalin hubungan yang baik antara manusia dengan Tuhannya dan manusia dengan manusia lainnya. “Inilah ciri khasa dari pesantren ini yang memiliki motto : “Beriman, Berilmu dan Beramal,””, tutur Jaelani Sidiq, pengurus Pondiok Pesantren Al-Musyahadah yang ditemui Wara Islam.comt di runag kerjanya dalam sebuah kesempatan.

Menurutnya, pendidikan yang dijalankan adalah memadukasn kegiatan pesantren dan pendidikan umum. Tak berlebihan jika para santri yang menimba ilmu di sana diharapkan menjadi generasi yang berakhlakul karimah, memiliki wawasan ilmu yang tinggi dan konsisten di dalam menjalankan ibadah yang diperintahkan Allah. “Kita menyadari, untuk zaman sekrang, pendidikan agama dan pendidikan umum harus seimbang. Itulah yang menjadi tantangan kami, bahkan terkadang pemahaman masyarakat terhadap pesantren kurang sehingga masyarakat lebih banyak menitipkan anaknya ke sekolah umum daripada ke pesantren,” tambahnya.

Jaelani mengatakan, saat ini pesantren tersebut dipimpin oleh KH Mochammad Toha dan memiliki 110 orang santri yang mondok di asrama. Laki-laki 54 orangd an wanita 56 orang serta santri kalong sebanyak 15 orang. Masih katanya, pendidikan yang dijalankan tetap menyeimbangkan antara kepentingan duniawi dan ukhrowi. Santri yang menimba ilmu rata-rata 4-3 tahun dan pembiayaan per bulan hanya biaya listrik Rp 25.000,- setelah membayar pada saat pendaftaran awal sebesar Rp 300.000,- Sedang untuk makan dipersilakan sendiri. Sementara sarana dan prasarana termasuk gaji asatid dibiaya oleh pihak Yayasan.

Pada kesempatan itu, Jaelani mengungkapkan kegiatan santri dimulai pada pukul 03.30 WIB. Setiap waktu Shalat tiba, mereka diwajibkan Shalat berjamaah. Pagi haris ampai siang hari sekolah di situ juga. Pengajian dilakukan pada pagi hari menjelangs ekolah, bada ashar, bada maghrib dan bada Isya serta berakhir aktivitasnya pada pukul 22.00 WIB. “Para santri diajarkan tentang ilmu fiqih, ilmu nahwu sharaf, qiroat, hadist, tajwid dan tafsir al-Quran,” terang pria yang juga menjabat sebagai Rois di asrama santri putera.

Tidak itu saja, santri pun dilatih berpidato, serta sholawatam. Malah menurutnya, beberapa waktu lalu para santrinya diberi pelatihan jurnalistik oleh RMI (Raudatul Mahad Islamiyah) yang ada di Nahdlatul Ulama, pelatihan komputer serta mencoba membuat konsep pesantren virtual di dunia maya yang dilakukan bersama dengan alumni yang paham dengan IT. Juga sering diadakan diskusi tentang agama dan melakukan kajian di mesjid “Kalau tidak seperti ini, pesantren bisa ketinggalan zaman. Dan lebih dari itu, agar sejarah dan perjalanan pesantren sendiri dapat diketahui sepanjang masa,” ujar Jaelani.

Sejak kehadirannya, pesantren ini telah meluluskan puluhan angkatan. Alumninya ada yang melanjutkan ke perguruan tinggi, ada yang membentuk majelis-majelis taklim serta ada pula yang aktif di berbagai ormas Islam. Dari para lulusan ini diharapkan bisa menjadi juru dakwah yang menyentuh berbagai kalangan untuk bisa memahami agama secara utuh di dalam kehidupan yang dijalaninya.

“Saya berharap pesantren ini tetap eksis. Kendati kajian tasawufnya memang sedikit berkurang tetapi hal itu tak mengurangi arti keberadaan pesantren ini di tengah-tengah masyarakat. Saya berharap masyarakat agar mau menitipkan anak-anaknya di pesantren ini,” pungkasnya.*** (WI-003)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Salman

Posting Komentar