CIA Rencanakan Balas Dendam Atas Ledakan Afghanistan

Sehubungan dengan kematian tujuh orang agennya di Afghanistan, badan intelijen AS, CIA, mengatakan bahwa pihaknya melakukan upaya lebih keras untuk menemukan dan menyerang para pimpinan Al-Qaeda dan Taliban.

Juru bicara CIA, George Little, tidak membahas secara spesifik mengenai serangan pada hari Rabu tersebut, yang tercatat sebagai serangan paling mematikan terhadap CIA sejak pengeboman kedutaan Libanon pada tahun 1983. Akan tetapi, Little menyebutkan bahwa kematian para agen tersebut akan dibalaskan.

“Ada banyak aspek dari serangan tersebut yang masih belum diketahui, namun ada satu hal yang sudah pasti, CIA sudah menetapkan untuk melakukan operasi anti teror yang paling agresif dibandingkan sebelumnya,” kata Little kepada Associated Press.

Asosiasi bekas anggota intelijen mengatakan bahwa kemataina para agen tersebut harus mengingatkan publik bahwa CIA memang benar-benara berada di garis depan dalam perang tersebutm sebuah hal yang tetap tidak diakui secara resmi.

Presiden organisasi tersebut, Gene Poteat, mengatakan bahwa dirinya menghargai surat duka dari Presiden Obama yang ditujukan kepada para staf CIA, namun ia mengkritik Obama karena mendiamkan upaya Departemen Kehakiman yang memproses para personel CIA atas penyiksaan dalam masa pemerintahan George W. Bush.

“Akan tetapi, kami tetap mengharapkan para patriot ini untuk terus berjuang meski menanggung resiko di luar negeri dan di dalam negeri,” kata Poteat.
Hanya ada sedikit detail yang dapat dikonfirmasikan mengenai serangan tersebut dan akibat mematikan yang ditimbulkannya.

Sejauh ini, baru identitas dari satu orang agen yang telah dipastikan. Keluarga dari Harold Brown Jr, 37, mengatakan bahwa kerabat mereka terbunuh dalam leadakan. Brown berasal dari Bolton, Massachusetts, namun ia tinggal bersama dengan istri dan ketiga orang anaknya, yang masing–masing berusia 12, 10 dan 2 tahun, di Virginia.

Diantara orang-orang yang tewas, ada seorang anggota intelijen Yordania, atau disebut Mukhabarat, yang bekerja sama dengan CIA dan berada dalam pertemuan yang sama, demikian disebutkan oleh ABC News.

Secara terpisah, kantor berita resmi Yordania, Petra, pada hari Rabu lalu melaporkan bahwa Kapten Ali bin Zeid telah tewas, demikian dikutip dari ucapan seorang juru bicara militer. Laporan tersebut menjabarkan bahwa bin Zeid adalah prajurit pertama Yordania yang tewas di Afghanistan, meski tidak diungkapkan mengenai keadaan yang menyebabkan kematiannya.

CNN menyebutkan bahwa dua orang yang turut tewas dalam serangan tersebut adalah para perseonel Xe Corporation, perusahaan keamanan yang dulunya dikenal dengan nama Blackwater. Namun, juru bicara Xe tidak bersedia untuk langsung memberikan jawaban ketika dihubungi oleh ABC News.

Kelompok Taliban Pakistan mengklaim bahwa pengeboman tersebut dilakukan oleh seorang agen CIA yang membelot dan menawarkan diri untuk membantu Taliban. Associated Press mengutip ucapan seorang komandan Taliban Pakistan, Qari Hussain, yang mengklaim bahwa serangan tersebut dilakukan sebagai balasan atas serbuan pesawat tanpa awak CIA di sepanjang perbatasan Pakistan.

Lokasi terjadinya serangan berada di dekat markas Taliban, dimana kelompok gerilyawan yang berbasis di Pakistan dapat bergerak melintasi perbatasan dengan leluasa. Kelompok di kawasan tersebut dipimpin oleh Jalaluddin Haqqani, tokoh yang disebut oleh para pejabat AS telah bertanggung jawab atas sebagian besar serangan terhadap prajurit AS. Jaringan Haqqani bmemiliki hubungan dengan Taliban, namun terpisah dari mereka.

CIA akan berusaha mencari tahu bagaimana cara pengebom tersebut menghindari penggeledahan sebelum memasuki pangkalan Chapman, sebuah pangkalan CIA di dekat perbatasan dengan Pakistan.

ABC News mengatakan bahwa pengebom tersebut memang diundang untuk datang ke kamp yang dijaga ketat, diduga kuat bahwa CIA hendak menjadikan pengebom tersebut sebagai informan, namun mereka tidak melakukan penggeledahan terlebih dahulu.

Serangan tersebut membidik para pejabat yang bertugas mengumpulkan data intelijen dan melaksanakan operasi militer di Afghanistan dan Pakistan, mereka adalah aset-aset CIA yang paling berharga dalam pertempuran melawan Taliban dan Al-Qaeda. Meski mereka tidak akan menghabiskan banyak waktu di Pakistan, mereka hampir pasti memberikan kontribusi dalam program pesawat tanpa awak yang menarget para pemimpin senior Al-Qaeda yang menetap di kawasan suku Pakistan.

“Ini adalah sebuah kehilangan besar bagi CIA. Kelompok yang ditugaskan di sini adalah sebuah kelompok kecil, dan keahlian mereka dalam masalah Al-Qaeda bahkan lebih kecil dibandingkan kelompok secara keseluruhan,” kata Michael Schreuer, mantan kepala unit CIA yang ditugasi memburu Osama bin Laden.

“Kami mengumpulkan informasi yang memungkinkan pihak militer untuk mengejar target utama atau mempertahankan diri dengan lebih baik. Secara umum, kami telah kehilangan kemampuan untuk melakukan hal itu. Bukan hanya para agen yang tersakiti, namun juga kemampuan militer AS untuk menjalankan operasi secara efektif di kawasan tersebut./suaramedia.

0 komentar:

Posting Komentar