Sindikat Pengebom Masjid Nepal Membuka Kedoknya

Tiga bulan setelah tertangkapnya otak yang mendalangi peledakan beberapa Masjid dan Gereja di Nepal, ketua organisasi bawah tanah yang telah menghabisi Muslim dan Nasrani ini mengatakan bahwa dia didanai oleh organisasi ultra-kanan India dan dipersenjatai oleh kelompok militan India.

Ram Prasad Mainali, seorang Hindu berusia 37 tahun, berubah dari seorang pramuniaga penjual tiket menjadi seorang yang keras, seorang tokoh jahat yang dalam menewaskan sedikitnya lima orang yang tengah beribadah di beberapa Masjid dan Gereja setelah mendapatkan bantuan sedikitnya empat organisasi India.
“Saya sangat menetang adanya ide bahwa Nepal akan menjadi republik sekuler,” dia mengatakan kepada IANS, sambil duduk di balik jeruji penjara desa Nakhu di Kathmandu dimana dia dipindahkan setelah dia berhasil ditahan pada 5 September lalu.

“Terdapat lebih dari 50 negara Kristen dan lebih dari 40 negara Islam. Nepal hanyalah satu dari negara Hindu,” imbuhnya.

Bagaimanapun, negara di Himalaya tersebut kehilangan identitas dirinya ketika pada 2006 lalu gerakan pro-demokrasi oleh pemerintah Raja Gyanendra dan parlemen mengumumkan bahwa negara tersebut resmi menjadi negara sekuler setelah sebelumnya mengakui monarki sebagai penjelmaan Tuhan dalam Hindu.
Pada Februari 2007, ketika telah jelas bahwa Nepal terhapus sebagai negara terakhir yang mengakui adanya monarki Hindu, Mainali dan para pendukungnya menggelar pertemuan di Kuil Birla di New Delhi untuk merencanakan pembentukan sebuah organisasi yang dirasa mampu mendirikan kembali Hindu sebagai agama dasar Nepal.

“Pertemuan tersebut melibatkan kami dan anggota Vishwa Hindu Parishad, Shiv Sena, Rashtriya Swayamsevak Sangh dan Bjrang Dal,” jelasnya.

“Mereka menyetujui untuk mendanai kami. Pertemuan itu juga membahas mengenai kekerasan yang akan digunakan apabila usaha kami gagal, dan mereka mendukungnya. Setiap bulannya, mereka mengirimkan uang sebesar NRS 200.000-500.000 melalui jalur rahasia.”

Awalnya Mainali mengatakan bahwa Angkatan Bersenjata Nepal (NDA) bentukannya menggelar aksi pawai selama sembilan hari penuh di Birgunj, jalur industri Nepal dan jalur perdagangan antara India dan Nepal, menentang sekulerisme dan penjatuhan monarkisme.

Namun, setelah usaha tersebut dirasa gagal karena pemerintahan mengacuhkan pawai tersebut, NDA berubah menjadi gerakan bawah tanah dan memulai kampanye kekerasan yang menarget Muslim dan Nasrani.

Mereka menggunakan kiriman dana yang mereka dapatkan dari India untuk membeli senjata dan bahan peledak dari ULFA di Assam di wilayah timur laut.
Para anggota NDA melemparkan bom ke dua Masjid di selatan Nepal, membunuh dua Muslim yang tengah beribadah. Mereka juga menanam sebuah bom di salah satu Gereja tertua di desa kathmandu pada bulan Mei, membunuh tiga wanita selama misa, mengakibatkan kecaman global.

Pemberontakan tersebut membuat pemerintahan Nepal mulai memburu Mainali dan komplotannya, setelah seorang wanita yang menanam bom di Gereja berhasil ditahan.
Kepolisian mendakwa Sita Thapa, wanita tersebut, dengan pembunuhan sementara Mainali masih berada dalam penahanan untuk penyelidikan lebih lanjut terhadap jaringan tersebut.
Mainali mengatakan bahwa NDA masih lengkap meski tidak lagi aktif. Namun, dia melanjutkan, suatu saat mereka akan melanjutkan pemberontakan mereka.

Dia mengatakan akan berubah menjalankan taktik politik dan menjauhi kekerasan. Dia menambahkan kini dia tak lagi yakin apakah akan melanjutkan kempanyenya itu.
“Selama masa penahananku, tak satupun orang Hindu yang menghampiriku. Lalu untuk siapa aku berjuang selama ini?” katanya kecewa.

Di sisi lain, dia seringkali mendapat kunjungan saudara-saudara Muslim dan Nasrani yang memaafkan aksinya.
“Saya sangat menyesalkan kejadian yang telah terjadi. Rencana kami kurang matang dan ceroboh. Maksud kami adalah untuk menyerang para pimpinan yang melenyapkan Hinduisme dari Nepal, bukannya warga sipil.”

Namun, dia masih menunjukkan dukungannya terhadap ide Monarki di Nepal.
“Di masa lalu, Anda harus membuat penawaran untuk hanya tunduk kepada satu pemimpin.”
“Namun hari ini, terdapat 601 pemimpin yang harus diikuti,” katanya merujuk pada 601 anggota baru konstitusi yang baru terpilih, yang menetapkan Nepal sebagai republik federal.
“Saya tak pernah menganjurkan untuk menggulingkan Raja Gyanendra. Saya hanya meminta didirikannya monarki,” tutupnya./suaramedia.

0 komentar:

Posting Komentar