Meski Defisit, Amerika Harus “Memaksakan” Perang di Afghanistan

Pemerintah AS akan menutup tahun anggaran 2009 dengan catatan defisit anggaran mencapai US$1,4 triliun. Kendati demikian, militer negara itu tetap akan mengeluarkan dana US$1,3 miliar untuk membiayai perang di Afganistan.

The Washington Post melaporkan bahwa dana itu bukan untuk aksi tembak-tembakan, tetapi untuk membiayai lebih dari 100 proyek pembangunan di 40 tempat di seluruh Afghanistan,

Merujuk pada rancangan Undang-Undang Pertahanan tahun anggaran 2010, di pangkalan utama AS di Afghanistan, Bagram, militer AS sedang merencanakan pembangunan terminal penumpang senilai US$30 juta, dan fasilitas kargo untuk menangani arus kedatangan tentara. Banyak tentara AS yang tiba di pangkalan utara Kabul, sebelum dipindahkan ke tempat-tempat lain.

Berdasarkan jadwal yang diusulkan, sejumlah fasilitas itu tidak akan selesai pembangunannya sampai akhir 2010 dan akan dioperasikan pada awal 2011. "Fasilitas-fasilitas yang ada pada saat ini tidak cukup untuk mendukung volume keseharian yang diperkirakan 1.000 penumpang dan 400 ton kargo setiap harinya," kata Letkol Dan Krall, komandan Skuadron Ekspedisi ke-455 Pelabuhan Udara.

Pemerintah AS memang telah menjadikan perang di Afghanistan sebagai tantangan militer AS terbesar saat ini. Fokus kebijakan luar negeri AS di bawah Presiden Obama telah berubah dari Iraq ke Afghanistan. Sampai pertengahan tahun ini, jumlah pasukan Amerika Serikat di Afghanistan terus ditambah.

Pemerintahan Obama memang senantiasa mempertimbangkan pelipatgandaaan kekuatan AS di Afghanistan. Dalam delapan belas bulan mendatang jumlah pasukannya akan ditambah dari 36.000 tentara menjadi lebih 60.000 tentara.

Menteri Pertahanan Robert Gates pernah mengatakan kepada Komisi Angkatan Bersenjata Senat AS bahwa tidak akan ada penyelesaian yang sepenuhnya bersifat militer. AS akan mengirim 30,000 orang tentara tambahan ke Afghanistan tahun ini, tapi Gates mengatakan, ia sangat skeptis kalau ada rencana untuk mengirim pasukan lebih dari jumlah itu.

"Kira-kira 40 negara lain ikut menyumbang pasukan untuk melawan Taliban dan Al-Qaida di Afghanistan, tapi koordinasi dalam usaha internasional itu sangat sulit," kata Gates.

Ia mengritik kurangnya koordinasi antara Perserikatan Bangsa-Bangsa, Uni Eropa, dan NATO. Kegagalan koordinasi yang menyebabkan tidak efektifnya bantuan itu, berakibat fatal di Afghanistan.

Gates juga memperingatkan bahwa peningkatan jumlah pasukan yang terlalu besar dapat memberikan kesan bahwa AS menduduki Afghanistan. Menurut dia, rakyat Afghanistan perlu merasa bahwa perlawanan terhadap pejuang Taliban itu merupakan perjuangan demi kepentingan rakyat itu sendiri.

Ia menambahkan, terbunuhnya warga sipil dalam aksi-aksi militer Amerika merupakan masalah besar yang sensitif.

Namun begitu Gates mengatakan bahwa Amerika akan terus mengejar kelompok Al-Qaida di mana pun, dan Pakistan telah diberi tahu tentang hal itu.

Belakangan ini kelompok pejuang Taliban yang sebelumnya dianggap melemah, ternyata kembali aktif. Kemiskinan yang tak teratasi, kurangnya pembangunan, telah menebar frustasi dan ketidakpuasan di Afghanistan.

Kini tujuh tahun setelah pejuang Taliban dianggap tercerai-berai, mereka justru kembali menguat dan melakukan perlawanan. Tentu, kondisi ini tak akan bisa membuat tenang Amerika. Sebagai Negara yang sudah kemana-mana menunjuk diri sebagai kampiun ‘perang melawan terorisme’, lebih baik merugi daripada harus menanggung malu. Apalagai merasa kalah dengan Taliban. /hidayatullah.

0 komentar:

Posting Komentar