AS Pasok Senjata Rusak Untuk Tentara Di Afghanistan

WASHINGTON– Delapan tahun menjalani perang di Afghanistan dan di tengah meningkatnya korban jiwa, muncul keluhan tentang kualitas senjata dan peralatan yang disediakan untuk para tentara, terutama M4.

Sejumlah tentara AS di Irak dan Afghanistan telah mengeluh selama beberapa tahun belakangan ini bahwa persoalan standar dari senapan M4 adalah macet di saat-saat kritis dan sering menjalani perbaikan.

Dalam kekacauan serangan dini hari di timur Afghanistan itu, Sersan Erich Phillips berhenti menembak saat melakukan serangan terhadap pejuang Taliban. Senjata mesin yang ia raih setelah membuang senapannya ternyata juga tidak berfungsi.

Ketika pertempuran di desa kecil itu berakhir, sembilan tentara AS tergeletak tak bernyawa sementara 27 lainnya terluka. Studi mendetail mengenai serangan tersebut menemukan bahwa senjata para tentara berulangkali rusak di saat-saat kritis dalam pertempuran.

Ini kemudian menimbulkan pertanyaan: Delapan tahun berperang di Afghanistan, apakah pasukan AS telah memiliki persenjataan yang terbaik?

Terlepas dari argumen militer bahwa mereka telah menyediakan persenjataan yang terbaik, sejumlah tentara di Afghanistan dan Irak mengeluh bahwa senapan M4 memerlukan banyak perbaikan dan sering macet di saat-saat terburuk.

Pejabat Angkatan Darat mengatakan bahwa M4 telah dibersihkan dan dipelihara dengan baik, senjata itu dapat memuntahkan 3000 peluru sebelum kerusakan muncul.

M4 yang merupakan versi lebih pendek dan lebih ringan dari M16 membuat debut pertamanya dalam Perang Vietnam. Saat ini sekitar 500.000 M4 digunakan oleh para tentara, membuat para pasukan senapan berada di garis depan dengan membahayakan nyawa mereka.

“Terlalu dini untuk membuat asumsi apa pun mengenai apa yang tidak bekerja dengan baik,” ujar Kolonel Angkatan Darat Wayne Shanks, seorang juru bicara militer di Afghanistan.

Studi yang dilakukan oleh Douglas Cubbison dari Army Combat Studies Institute di Fort Leavenworth itu belum dirilis namun salinan dari studi tersebut telah beredar di internet.

Studi Cubbison didasarkan pada tentara yang selamat dari serangan Wanat. Ia mendeskripsikan serangan “berkemampuan tinggi” dengan senapan otomatis AK-47 dan granat berpendorong roket.

Ia mengklaim bahwa meskipun senjata tentara AS rutin diinspeksi dan diperhatikan oleh para komandan, senjata-senjata itu mengalami kerusakan, terutama ketika senapannya berada dalam kondisi otomatis penuh, yang seharusnya dapat menembakkan ratusan peluru per menit.

“Senjata saya kepanasan,” ujar Spesialis Chris McKaig dalam laporan Cubbison. “Saya telah menembakkan sekitar 12 magasin pada poin ini dan pertempuran baru berjalan sekitar setengah jam. Saya tidak dapat mengisi ulang senjata saya karena terlalu panas.”

Para tentara juga mengalami masalah dengan senjata M249 mereka, yang ukurannya lebih besar dari M4 dan dapat menembakkan 750 peluru per menit.

Laporan itu datang saat Gedung Putih menolak permintaan komandan AS di Afghanistan, Jenderal Stanley McChrystal, untuk tambahan 40.000 tentara.

Senator Tom Coburn, perwakilan dari Oklahoma, kritikus utama M4, mengatakan bahwa militer perlu memperoleh senapan tempur yang sesuai dengan kondisi ekstrem pertempuran yang dialami pasukan AS.

Namun, menurut Brigadir Jenderal Peter Fuller, survey dari Battlefield menunjukkan bahwa 90% tentara puas dengan M4 mereka. Senapan itu terus mengalami pengembangan untuk membuatnya lebih dapat diandalkan dan mematikan.

Fuller mengatakan bahwa ia belum menerima laporan resmi apa pun tentang kerusakan senjata di Wanat. “Hingga kemudian muncul di pemberitaan, saya sangat terkejut mendengar semua ini,” ujarnya./suaramedia.



0 komentar:

Posting Komentar