Uskup Katolik Turun Tangan Dalam Isu Larangan Bercadar

PARIS – Di tengah memanasnya perdebatan mengenai cadar kaum Muslim, gereja Katolik Perancis memperingatkan pada hari Senin (01/02) terhadap larangan pemakaian cadar, menyerukan seluruh negara Eropa untuk menghormati hak minoritas Muslimnya.

“Hasilnya bisa bertentangan dengan apa yang diinginkan dan memicu reaksi yang meningkatkan jumlah kaum wanita pemakai cadar,” ujar Uskup Michel Santier, petinggi Katolik Perancis untuk dialog antar agama dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh Reuters.

Ia mengatakan bahwa hanya sedikit wanita yang mengenakan cadar di negara itu.
Sebuah panel parlemen Perancis minggu lalu merekomendasikan sebuah larangan parsial terhadap pemakaian cadar di rumah sakit, sekolah, transportasi umum, dan kantor pemerintah.
Santier menyesalkan bahwa panel tidak mengundang para pemimpin Kristen atau Yahudi untuk memberikan sudut pandang mereka dalam dengar pendapat yang berlangsung selama enam bulan dan berakhir di bulan Desember lalu.

Para pemimpin Yahudi telah mengekspresikan kekhawatirannya terhadap larangan tersebut.
Perancis mengalami perdebatan panas mengenai cadar sejak Presiden Nicolas Sarkozy mengatakan bahwa cadar tidak diterima di Perancis pada bulan Juni lalu.

Pada hari Minggu, Claude Gueant, kepala staf dalam pemerintahan Sarkozy, mengatakan bahwa ia ragu larangan penuh memungkinkan untuk diterapkan secara legal.
Menurut Kementerian Dalam Negeri, hanya 1.900 wanita Muslim yang diperkirakan memakai cadar, dari total tujuh juta Muslim yang ada di negara Eropa ini.

Burka adalah jubah yang menutup seluruh badan, seringkali berwarna biru, dengan jaring-jaring anyaman untuk bagian mata agar dapat melihat, yang banyak dikenakan oleh wanita Afghan namun hampir tidak pernah terlihat di Perancis.

Sedangkan cadar, adalah kain yang seringkali berwarna hitam, yang menutup wajah namun membiarkan bagian mata tetap terbuka.
Uskup Katolik yang terkemuka itu mendesak pemerintah untuk menghormati hak-hak minoritas Muslim.

“Jika kita ingin minoritas Kristen di negara Muslim menikmati hak-haknya, kita juga harus menghormati hak semua penganut agama untuk mempraktikkan keyakinannya,” ujarnya.
“Rakyat Perancis, termasuk yang beragama Katolik, tidak boleh membiarkan dirinya terperangkap oleh rasa takut atau oleh teori benturan peradaban.”

Santier juga meminta pemerintah untuk membedakan mayoritas Muslim yang penuh damai dan minoritas radikal.

“Sebuah dialog mengenai kebenaran di antara para penganut keyakinan akan membantu kita melampau rasa saling curiga,” ujarnya.
“Jalannya akan panjang dan sulit.”

Perancis melarang pemakaian jilbab di sekolah dan tempat publik pada tahun 2004, dengan banyak negara Eropa lainnya yang menyusul setelah itu.

Sementara jilbab adalah aturan berpakaian wajib bagi wanita Muslim, mayoritas cendekiawan Muslim sependapat bahwa kaum wanita tidak wajib mengenakan cadar. Mereka meyakini bahwa keputusan untuk memakai cadar atau burka berada di tangan kaum wanita sendiri.

Cendekiawan Muslim terkemuka Tariq Ramadan telah mengatakan bahwa perdebatan Perancis mengenai pemakaian burka mencerminkan tumbuhnya rasa keraguan terhadap diri sendiri di dalam masyarakat./.suaramedia.

0 komentar:

Posting Komentar