BERLIN – Howard Carter, arkeolog Inggris yang menemukan makam raja Mesir Tutankhamen pada tahun 1922, mencurangi otoritas Mesir. Ia melakukan hal tersebut untuk mendapatkan bagian dari harta karun menakjubkan tersebut, demikian diklaim oleh seorang pakar Mesir asal Jerman.
Carter, dengan penemuan sensasionalnya di Lembah Raja-Raja di dekat Luxor yang banyak dipandang sebagai penemuan arkeologis terbaik sepanjang masa, melanggar hukum dengan menyelundupkan barang-barang yang ditemukan dalam makam tersebut ke luar negeri, ia juga memasuki dan menjarah makam tersebut ketika pihak berwenang Mesir sedang tidak ada, demikian kata para pakar di Jerman.
Carter mengklaim bahwa makam berusia 3.200 tahun tersebut memang sudah dijarah di masa lalu, namun para pakar Jerman mengatakan bahwa klaim tersebut tidak benar, kebohongan tersebut dirancang untuk mengakali hukum yang menyatakan bahwa harta karun apapun yang ditemukan secara utuh harus tetap berada di Mesir, namun temuan makam yang telah dijarah bisa dibagi dua, untuk Mesir dan sang penemu.
Keraguan mengenai metode-metode Carter memang bukan hal yang baru, namun perdebatan terus mengemuka berkaitan dengan ditemukannya keberadaan artefak Tutankhamen dalam koleksi museum-museum di seluruh dunia. Mereka mengatakan bahwa artefak-artefak tersebut diam-diam dibawa keluar dari Mesir oleh Carter atau anggota timnya.
Salah satu contohnya adalah Ushabti, sebuah artefak makam dengan nama Tutankhamen yang dipamerkan di Museum Louvre dan hanya mungkin berasal dari makam sang Fir’aun, kata Christian Loeben, seorang pakar Mesir dari museum August Kestner di kota Hanover, Jerman.
Di sebuah museum di Kansas City, Missouri, terdapat dua kepala elang dari emas, menurut hasil pemeriksaan, kepala elang tersebut berasal dari kalung yang melingkar di leher mumi. Ada banyak contoh serupa di museum-museum lain.
“Seluruh objek yang berasal dari makam harus tetap berada di Mesir, jika tidak, maka benda-benda tersebut pasti diselundupkan keluar,” kata Dr. Loeben.
Dengan kebohongannya, Carter telah melakukan kerusakan permanen terhadap proses penelitian Mesir kuno, karena tidak akan pernah diketahui tampak sebenarnya dari makam tersebut ketika pertama kali ditemukan, demikian kata para pakar.
Carter mengatakan bahwa keempat bilik dari makam tersebut telah dijarah sesaat setelah Tutankhamen dikebumikan, dan kembali dijarah 15 tahun kemudian. Carter mengklaim bahwa dirinya menemukan peti-peti yang telah dirusak, vas-vas yang terbuka dan sejumlah perabot kuno. Dekorasi logam dari masing-masing benda lenyap dijarah.
“Pembobolan tersebut adalah sebuah kebohongan,” kata Dr. Rolf Krauss, seorang pakar Mesir yang berbasis di Berlin, kepada Der Spiegel, majalah terkemuka Jerman, pekan ini.
Dr. Loeben mengatakan: “Klaim Carter yang menyebutkan bahwa makam tersebut telah dijarah tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan karena segala hal yang diperlukan untuk penguburan bangsawan masih ada di sana, tidak ada yang hilang.
“Jika saya adalah seorang perampok makam, tentunya saya akan mengambil benda yang betul-betul berharga, bukannya sejenis minyak. Saya tidak mungkin melewatkan cincin emas yang terletak di antara wadah-wadah tersebut.”
Akhirnya, otoritas Mesir, yang memperjuangkan kemerdekaan naasional setelah lebih dari satu abad dicampuri oleh Perancis dan Inggris, menolak untuk membagi harta temuan tersebut, meski teori Carter mengenai perampok makam dipercayai secara umum.
Penemuan tersebut, yang terjadi pada tanggal 26 November petang, ketika Carter mempergunakan linggis untuk membuka lubang di jalan masuk batu sambil memegang lentera untuk menerangi ruang yang ada di bawahnya, akan selalu menjadi salah satu masa-masa paling mencengangkan dalam sejarah arkeologi.
“Apa yang Anda lihat?” tanya Lord Carnavon, donatur pendukung Carter yang berdiri di belakang sang arkeolog. Setelah terdiam beberapa saat, Carter menjawab: “Saya melihat benda-benda yang luar biasa.”
Carter menyaksikan patung-patung binatang, ranjang, patung manusia, singgasana kecil yang terbuat dari emas, dan wadah aneh berbentuk telur yang di kemudian hari diketahui berisi daging yang telah dibalsem untuk sang raja di kehidupan yang akan datang. Dan semua itu hanya benda-benda yang terdapat di bilik paling luar.
Keempat bilik dalam makam tersebut berisi 5.000 objek, termasuk perabot, senjata, enam kereta perang, wadah untuk menyimpan parfum, patung-patung dan benda-benda yang terbuat dari emas dan gipsum, serta perhiasan yang bertatahkan batu kecubung, pirus, dan lapis lazuli.
Peti mati Fir’aun berisi mumi raja yang masih remaja tersebut di dalam sarkofagus yang terbuat dari batu pasir, dan dikelilingi oleh empat bilik yang disepuh emas. Topeng penguburan yang terbuat dari emas bertatahkan batu mulia menjadi simbol dari keindahan dan misteri dunia Mesir kuno.
Tutankhamen diangkat menjadi Fir’aun ketika masih berusia sembilan tahun. Ia diyakini mangkat pada tahun 1323 Sebelum Masehi, dalam usia 18 atau 19 tahun, kemungkinan besar karena keracunan darah setelah mengalami kecelakaan dalam sebuah perburuan.
Penemuan tersebut adalah sebuah sensasi yang mendunia dan menjadi masa jaya Carter, pemburu makam cerewet penuh obsesi yang telah mencari makam Tutankhamen selama bertahun-tahun.
Sebagian besar arkeolog di masa itu meyakini bahwa tidak ada lagi yang tersisa untuk digali di Lembah Raja-Raja, situs mistis yang panjangnya kurang dari satu kilometer yang menjadi kuburan kerajaan selama 500 tahun hingga abad ke-11 Sebelum Masehi. Ada 63 makam yang telah ditemukan dalam penggalian, beberapa abad terakhir, sebagian besar diantaranya telah dijarah oleh perampok makam. Carter, yang tidak pernah mengenyam pendidikan di universitas untuk belajar bahasa Mesir kuno dan huruf hieroglyph, mampu membujuk Lord Carnavon, seorang playboy yang senang mengoleksi mobil balap dan merupakan pengagum harta karun Mesir, untuk menjadi penyandang dana dalam penggalian tersebut.
Dr. Loeben mengatakan bahwa menurutnya Carter telah mengambil benda-benda kuno tersebut ke luar Mesir dengan tujuan utama untuk menghasilkan keuntungan, meski dia kemudian bekerja sebagai seorang pedagang barang antik dan agen untuk museum.
“Jika diakui berasal dari makam Tutankhamen, artefak tersebut akan menjadi sangat berharga. Tapi, menurut saya, dia mengambil beberapa benda untuk disimpan sendiri dan juga untuk para anggota timnya serta Lord Carnavon,” kata Dr. Loeben.
Namun, Carter telah melakukan tindakan yang merugikan dengan mengubah letak benda-benda di dalam makam. Dan oleh karena itu, para arkeolog mustahil mengetahui bagaimana keadaan asli makam tersebut, katanya.
Sebuah dokumen yang tidak banyak diketahui yang ditulis Alfred Lucas pada tahun 1947 menyebutkan bahwa Carter membuka lubang masuk menuju bilik depan makam, dan memasuki makam tersebut secara ilegal tanpa menunggu kedatangan ofisial Mesir, tulis Der Spiegel.
Carter kemudian menutup lubang tersebut dengan keranjang rotan dan kayu sebelum menutupnya dengan segel Mesir kuno untuk menyembunyikan pelanggaran yang dilakukannya.
Meski telah melakukan kecurangan. Tampaknya Carter tidak mendapatkan “hukuman” dalam bentuk kutukan legendari Tutankhamen. Sementara Lord Carnavon meninggal empat bulan setelah makam tersebut dibuka karena terinfeksi gigitan nyamuk, Carter sendiri masih menjalani hidup selama 17 tahun berikutnya dan meninggal di usia 64. /suaramedia.
0 komentar:
Posting Komentar