
Jakarta -Kehidupan manusia di dunia ini tidak bisa lepas dari adanya musibah. Baik musibah besar seperti terjadinya bencana tsunami yang mengakibatkan meninggalnya ratusan ribu jiwa manusia, musibah sedang seperti jatuhnya pesawat yang menewaskan 300 orang penumpang, maupun musibah kecil seperti meninggalnya seorang bayi yang baru lahir dari rahim ibunya. Musibah akan selalu ditemukan dalam kehidupan manusia.
Musibah adalah keadaan yang terjadi pada seseorang yang dipersepsi sebagai kehilangan, kerugian atau penderitaan. Yang termasuk dalam musibah adalah jatuh sakitnya seseorang, dipecatnya seorang direktur dari jabatannya, ruginya seorang pebisnis dalam usahanya dan juga kegagalannya seseorang ketika mengikuti suatu ujian. Semua hal yang dianggap merugikan manusia dapat dianggap sebagai musibah.
Meskipun musibah seringkali dipersepsi negatif oleh manusia, musibah juga memiliki beberapa fungsi. Adapun fungsi musibah adalah, pertama sebagai ujian, ini berlaku bagi seorang mukmin yang saleh dalam rangka meningkatkan kualitas imannya. Contohnya adalah ketika Nabi Ibrahim as yang diuji untuk menyembelih anaknya sendiri guna mengukur sejauh mana ketaatan dan pengorbanan Nabi Ibrahim as dalam melaksanakan perintah Allah SWT.
Atau ketika Nabi Ibrahim as diuji untuk pergi ke padang pasir yang tandus dalam rangka melaksanakan titah dari Rabb-Nya. Rasulullah SAW juga pernah diuji dengan kehilangan istri dan pamannya, dua orang yang sangat menyayangi dan melindungi beliau.
Kedua sebagai peringatan, ini berlaku bagi seorang mukmin yang melakukan penyimpangan atau maksiat agar sadar dan kembali kepada jalan yang benar. Contohnya adalah ketika sebagian pasukan perang uhud yang lalai terhadap perintah Rasul SAW, karena itu kemudian kaum muslimin dikalahkan dalam Perang Uhud.
Atau ketika Nabi Yunus yang meninggalkan kaumnya karena merasa bosan dan jengkel terhadap dakwahnya, maka Nabi Yunus ditelan oleh ikan Paus.
Ketiga sebagai siksaan atau azab, ini berlaku bagi setiap manusia sebagai hukuman atas kedurhakaan atau kezaliman yang diperbuat. Contohnya adalah siksaan terhadap Raja Firaun yang sombong, yang ditenggelamkan di lautan, atau Qarun seorang kaya raya tetapi ingkar dan sombong yang tenggelamkan di dasar bumi serta Raja Namrudz yang takabur, sehingga diserang dengan sekawanan hewan yang menyebabkan kematian.
Siksaan terhadap orang-orang yang durhaka atau zalim juga tidak hanya menimpa pelakunya, akan tetapi juga bisa mengenai orang-orang saleh yang ada di sekitar orang yang durhaka dan zalim itu, sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksa-Nya.” (QS. Al-Anfaal : 25)
Apabila kita mengalami musibah atau menyaksikan terjadinya musibah, maka kita diperintahkan untuk melakukan, pertama mengucapkan, ”Innalillahi wa Inna Ilaihi rajiun” yang artinya, ”Kita berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah.” Ucapan ini sebagai bentuk pengakuan dan penyadaran bahwa kita ini tidak memiliki kekuasaan dan daya apapun kecuali karena Allah.
Dan karena Allah pula kita akan kembali kepada-Nya. Ucapan ini juga untuk menyadarkan kita bahwa kita ini adalah kepunyaan Allah Sang Maha Pencipta dan Penguasa alam semesta.
Kedua tafakur, yaitu melakukan evaluasi diri atas apa-apa yang telah kita lakukan selama ini. Apakah selama ini ada perbuatan maksiat atau dosa yang kita lakukan? Apakah selama ini ada tindakan kita yang menzalimi dan menyakiti orang lain? Atau apakah ada kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT, tetapi belum kita laksanakan sampai saat ini?
Ketiga menolong yang mengalami penderitaan, apabila ketika terjadi musibah terdapat korban yang harus dibantu, maka kita berkewajiban untuk membantu orang-orang yang menderita sebagai akibat terjadinya musibah tersebut. Kita harus menolong orang yang menjadi korban musibah sesuai dengan kemampuan kita, bisa dengan perhatian, pemikiran, tenaga atau dengan harta yang kita miliki.
Keempat melakukan perbaikan, apabila kita ditimpa musibah, maka kita harus menjadikan musibah tersebut sebagai media kita untuk melakukan perbaikan dalam segala bidang. Kita harus memanfaatkan terjadinya musibah sebagai wahana meingkatkan kualitas diri kita di hadapan Allah SWT dan di hadapan manusia lainnya sehingga menjadikan kehidupan kita lebih baik.
*) Ahmad Juwaini adalah Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa Republika
Telp (021) 7416050 Fax (021) 7416070
detik.com
0 komentar:
Posting Komentar