JAKARTA--Umat Islam, sudah saatnya kini kembali membangkitkan tradisi ilmiahnya. Sebab sebenarnya, kata Direktur Center for Islamic Philosophical Studies and Information (CIPSI), Mulyadhi Kartanegara, umat Islam telah lama mengembangkan tradisi ilmiah dan sains.
Sains Islam, jelas Mulyadhi, telah jauh berkembang sebelum lahirnya sains modern. Namun, selama ini ilmuwan Muslim yang mengembangkan sains itu terabaikan. ''Jadi, sudah saatnya kita kembali membangkitkan tradisi ilmiah Islam yang sudah ada sejak abad pertengahan.''
Mulyadhi yang berbicara dalam seminar 40 Tahun Pembaharuan Islam, di Universitas Paramadina, Jakarta, Kamis (7/1), menyatakan, pada masa modern ini, sains modern dan Barat diajarkan di hampir seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia.
Bahkan, di Indonesia, ungkap Mulyadhi, sains modern diajarkan di sekolah-sekolah maupun universitas hampir tanpa kritik. Padahal, kata dia, sains modern yang diagungkan itu memiliki sejumlah dampak negatif.
Dampak itu, antara lain, adanya krisis lingkungan seperti pemanasan global. Selain itu, sains modern juga meracuni pemikiran orang-orang. ''Sehingga, mereka menjadi ateis, pragmatis, dan meterialis karena sains modern mengesampingkan adanya Tuhan,'' kata Mulyadhi.
Menurut Mulyadhi, dengan kondisi semacam ini, sudah saatnya ilmu-ilmu Islam dari para pemikir Muslim baik yang dulu maupun sekarang, diajarkan di sekolah maupun universitas. Ini bertujuan untuk membangkitkan tradisi ilmiah Islam.
Dengan demikian, mestinya sistem pendidikan di Indonesia bisa bersikap adil, tak hanya mengajarkan sains modern tetapi juga mestinya diajarkan pula sains Islam. Kalau perlu, harus ada reformasi kurikulum sekolah maupun universitas.
Reformasi itu, jelas Mulyadhi, isinya mencantumkan pemikiran-pemikiran ilmuwan Muslim pada seluruh subjek seperti matematika, fisika, geografi, astronomi maupun kimia. Ia menambahkan, sains Islam perlu diterapkan di seluruh sekolah, baik negeri maupun madrasah.
Sebab, untuk menemukan objektivitas dalam pemikiran harus dipelajari baik sains modern maupun sains Islam. Mulyadhi mengatakan, George Sarton, seorang ilmuwan Prancis, dalam karyanya selalu bersikap objektif.
Sarton, jelas Mulyadhi, tak hanya melihat pemikiran Barat. Sarton juga banyak mengutip pemikiran para ilmuwan Muslim. Namun, kata dia, untuk memasukkan sains Islam ke dalam ranah pendidikan diperlukan peran pemerintah. Tanpa dukungan pemerintah, sulit terwujud.
Menurut Mulyadhi, umat Islam perlu berjuang agar tradisi ilmiah Islam bangkit. ''Kaum intelektual harus mulai melakukan penerjemahan karya-karya ilmuwan Muslim ke bahasa Indonesia, lalu memublikasikannya agar masyarakat tahu tradisi ilmiah sejak zaman dulu,'' kata dia./republika
0 komentar:
Posting Komentar