Hamas Dirikan Akademi Militer Pertama Di Gaza

Di luar, di halaman yang biasanya digunakan sebagai kantor Abbas di Gaza, Kapten Jehad Saidam yang berjanggut hitam sedang memerintahkan sekelompok peserta pelatihan dengan suara lantang. "Kami melakukan ini untuk mempertahankan baris depan internal Palestina," kata sang pelatih.

Setelah memegang kendali atas Gaza pada 2007, Hamas berusaha untuk mengirim siswa untuk belajar di akademi polisi di seluruh dunia. Berurusan hanya dengan Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, masyarakat internasional dan dunia Arab menolak mengakui kadet dari gerakan Islam itu.

Akibatnya, Hamas memutuskan untuk mendirikan sendiri perguruan tinggi ilmu polisi dan keamanan di Gaza, dengan menggunakan markas yang ditinggalkan oleh saluran satelit yang berafiliasi dengan Otoritas Nasional Palestina (PNA) sebagai kelas kuliah.

Ibraheem Habib, Wakil Dekan dari perguruan tinggi itu, mengatakan lembaga pendidikan ini adalah yang pertama dari jenisnya di Jalur Gaza. Namun, hanya pemerintah Hamas dan departemennya yang mengakui hibah gelar sarjana perguruan tinggi.

"Dalam empat tahun masa kuliah, siswa belajar ilmu hukum dan polisi. Di masa mendatang, kami akan mengembangkan kursus yang lamanya sampai tiga tahun," kata Habib. "Pada fase pertama studi, siswa menjalani kuliah dan latihan fisik."

Di masa depan, sekolah akan berkomunikasi dengan rekan-rekan di luar Gaza melalui video-konferensi, menurut Habib, yang tidak mengungkapkan perguruan tinggi mana yang akan menerima untuk bekerja sama dengan akademi yang dijalankan Hamas. "Spesialis dari Eropa dan Arab akan memberikan kuliah tentang hukum dan ilmu kepolisian memalui sistem konferensi video," katanya.

Belajar di perguruan tinggi Hamas memakan biaya kuliah 300 Dinar Yordania ($ 425) setiap siswa per semester. Namun, para siswa tidak perlu membayar untuk studi delapan semester selama kuliah mereka karena biaya akan dipotong dari gaji mereka setelah mereka lulus dan mulai bekerja.

Tidak seperti banyak lembaga polisi lain, kadet, yang harus masih lajang dan tidak lebih dari usia 23 tahun, diperbolehkan untuk menumbuhkan janggut. Hal ini diyakini bahwa sebagian besar mahasiswa telah aktif di bawah sayap militer Hamas seperti mayoritas 10.000 personel keamanan pemerintah Hamas.

Majed Mohammed, seorang mahasiswa, menjelaskan mengapa ia memutuskan untuk mendaftar di perguruan tinggi. "Saya bisa bergabung dengan universitas lain manapun tapi saya ingin di perguruan tinggi polisi karena saya suka keamanan dan ingin mengembangkan kepolisian di tempat ini."

Israel menerapkan blokade di Jalur Gaza dan serangan rutin di perbatasan Gaza selatan, mengatakan bahwa Hamas menggunakan terowongan di bawah perbatasan untuk menyelundupkan senjata ke Gaza. Israel juga menuduh Hamas sering mengirim para komandan ke Iran untuk menerima pelatihan.

Habib, bagaimanapun, menyangkal adanya hubungan antara Brigade Ezz el-Deen al-Qassam Hamas dan perguruan tinggi. "Sekolah ini milik pemerintah di bawah petunjuk Perdana Menteri Ismail Haneya," katanya.

Presiden Abbas bersitegang dengan pemerintah Hamas di bawah pimpinan mantan perdana menteri Ismail Haneya setelah gerakan Islam menguasai Gaza, membuat Palestina terbelah dua, dengan Haneya berkuasa di Gaza sementara otoritas Abbas tetap terbatas pada Tepi Barat.

Pengumuman Hamas mengenai mendirikan kampus beberapa bulan yang lalu dikritik oleh pengamat yang mengatakan langkah tersebut mempersulit upaya yang dipimpin Mesir untuk mendamaikan Hamas dan Fatah dan mengembalikan kesatuan politik di wilayah Palestina./suaramedia.

0 komentar:

Posting Komentar