XINJIANG– Hampir empat bulan setelah kerusuhan etnis yang mematikan di wilayah Muslim China memaksa pemerintah untuk memutus jaringan internet di sana, penduduk setempat pun masih dilarang mengirimkan SMS. Pemutusan telekomunikasi di propinsi Xinjiang itu telah merusak bisnis setempat dan memutuskan penduduk dari berbagai sumber berita dan informasi yang bukan berasal dari pemerintah.
Kerusuhan yang terjadi antara etnis Uighur dan Han juga memaksa pemerintah untuk memblokade berbagai situs jaringan sosial di seluruh penjuru negeri. Twitter dan Facebook masih belum dapat diakses di negara itu. Pemerintah China menyalahkan komunikasi di situs-situs semacam itu karena membantu memicu kerusuhan.
Para pengamat telah menyebutkan beberapa perayaan sensitif tahun ini sebagai alasan blokade, namun tanggal-tanggal itu, termasuk hari ulang tahun kekuasaan komunis di China yang ke-60 pada tanggal 1 Oktober , telah berlalu.
“Kebenaran yang disayangkan adalah bahwa pemerintah China dapat menerapkan dan mempertahankan gangguan internet ini selama yang dibutuhkan,” ujar Phelim Kine, seorang peneliti HRW di Hong Kong. “Pemerintah tak akan terpengaruh oleh kekhawatiran dari sektor bisnis, apalagi dari warga biasa.”
Beberapa perusahaan telah diijinkan untuk berkomunikasi melalui jaringan regional di Xinjiang, ujar manajer pemasaran salah satu perusahaan lokal. Manajer itu memprediksikan bahwa akses internet reguler baru akan kembali sekitar satu bulan lagi.
“Jalan-jalan Xinjiang relatif tenang sekarang,” ujarnya.
Perusahaan manajer tersebut, yang menjual make-up dan produk kosmetik lainnya secara online, adalah salah satu dari banyak perusahaan yang harus merelokasi stafnya ke luar Xinjiang untuk dapat terus beroperasi.
Pemilik toko online lainnya, yang menjual buah-buahan kering, kacang dan makanan ringan lainnya, mengatakan bahwa ia tidak tahu jaringan regional apa pun di Xinjiang. Kebanyakan stafnya tetap berada di propinsi tetangga Gansu.
China baru memberikan sedikit sinyal tentang kapan mereka akan mencabut larangan internet itu namun mengatakan bahwa secara bertahap hal itu akan dilakukan saat Xinjiang sudah stabil.
Pada bulan Juli lalu, China juga menutup akses ke Masjid di seluruh distrik Urumqi.
"Masjid-Masjid itu tidak akan dibuka," ujar seorang laki-laki yang menjaga di Masjid besar Dong Kuruk Bridge, dengan menaranya yang menjulang tinggi. Pasukan dan kendaraan berlapis baja disiagakan di samping Masjid.
"Pemerintahan komunis tidak akan mengijinkan kami (untuk sholat di Masjid)," kata pria yang tidak ingin memberitahukan namanya.
"Menurut petunjuk dari atasan, kegiatan sholat di Masjid akan ditunda mulai hari ini," tulis sebuah pemberitahuan yang dipasang gerbang di dekat Masjid Guyuan. Pemberitahuan tersebut tertanggal pada hari Rabu. ‘Siapa saja yang ingin sholat ... silakan melakukannya di rumah.”
Partai Komunis yang memerintah China mungkin takut akan berkumpulnya warga Uighur dalam jumlah yang besar dapat menjadi katalisator untuk kerusuhan lain yang sama dengan perselisihan etnis yang terjadi sebelumnya.
Uighur adalah orang Turki yang sebagian besar Muslim dan berbagi bahasa, budaya dan ikatan 
dengan Asia Tengah, membentuk hampir setengah dari penduduk Xinjiang yang berkisar 20 juta orang.
Keputusan untuk menghentikan sholat berjemaah dapat menyinggung warga Uighur, tetapi ribuan pasukan anti huru-hara dan polisi siap untuk menumpas munculnya protes baru. Hampir semua warga Uighur adalah Muslim, tetapi hanya sedikit yang mematuhi interpretasi paling ketat dari Islam.
“Sholat Jumat adalah waktu dalam seminggu dimana kita harus sholat berjamaah. Bagi kami, ini akan menjadi sebuah penghinaan jika Masjid itu ditutup,” ujar Ahmed Jan, etnis Uighur yang tinggal di dekat Masjid Kuruk Dong. "Jika kita tidak boleh meneruskan ibadah secara normal, kan ada banyak kemarahan."
Xinjiang telah lama mengalami ketegangan etnnis yang dipupuk oleh kesenjangan ekonomi antara banyak Uighur dan Han, kontrol pemerintah pada agama dan budaya dan masuknya pendatang Han yang kini merupakan mayoritas di kota-kota paling penting di Provinsi Xinjiang, termasuk Urumqi.
Beijing tidak mau melepaskan genggamannya atas kekuasaan terhadap wilayah luas yang berbatasan dengan Rusia, Mongolia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Afghanistan, Pakistan dan India itu. Wilayah tersebut merupakan tempat cadangan minyak yang berlimpah dan gas alam terbesar di China./suaramedia.
0 komentar:
Posting Komentar