MALMO – Walikota dari kota terpadat ketiga di Swedia, Malmo, membuat geram komunitas Yahudi Skandinavia karena telah menyamakan Zionisme dengan ekstremisme.“Pernyataan-pernyataan semacam itu dan berbagai peristiwa lainnya di Malmo betul-betul membuat komunitas Yahudi merasa sangat tidak nyaman,” kata George Braun, seorang pemimpin Yahudi Swedia, kepada harian Haaretz pada hari Jumat.
“Ada beberapa orang, khususnya anak muda, yang meninggalkan kota itu.”
Walikota Malmo, Ilmar Reepalu, pada hari Rabu lalu menyebut gerakan Zionisme sebagai sebuah bentuk ekstremisme yang tidak dapat diterima.
“Kami tidak menerima Zionisme maupun anti-Semitisme,” kata Reepalu kepada sebuah surat kabar setempat.
“Mereka (kaum Zionis) adalah orang-orang ekstremis yang memposisikan diri di atas segalanya dan memandang rendah orang-orang lain.”
Gerakan Zionisme adalah gerakan politik internasional yang menjadi ujung tombak dari penciptaan rekayasa “tanah tumpah darah” orang-orang Yahudi di negara Palestina.
Pada tanggal 18 April 1948, Tiberius dari Palestina ditangkap oleh kelompok Irgun pimpinan Menachem Begin, membuat 5.500 orang penduduk Palestina terusir. Pada tanggal 22 April, Haifa jatuh ke tangan militan Zionis, sebagai akibatnya, 70.000 penduduk Palestina kehilangan tempat tinggal.
Tanggal 25 April, Irgun mulai membombardir perumahan sipil di kota Jaffa, yang merupakan kota terbesar Palestina pada masa itu. Karena panik, 750.000 penduduk Palestina memilih untuk mengungsi.
Pada tanggal 14 Mei, satu hari sebelum penciptaan Israel, Jaffa sepenuhnya diambil alih oleh para militan Zionis yang memiliki persenjataan lebih memadai. Populasi Palestina yang tersisa hanya 4.500 orang.
Israel diciptakan di atas puing-puing Palestina pada tanggal 15 Mei 1948.
Para pemimpin Yahudi menuding walikota Malmo tersebut telah melakukan diskriminasi, komunitas Yahudi tersebut mengecam sang walikota karena telah mengkritik agresi brutal Israel di Gaza.
“Reepalu tidak memperlakukan komunitas-komunitas lain dengan cara yang sama, kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah sebuah bentuk diskriminasi terhadap orang-orang Yahudi setempat,” kata Charlotte Wiberg dari Komite Swedia untuk menentang Anti Semitisme, kepada harian Yedioth Ahronoth.
“Reepalu lebih memilih untuk tidak menunjukkan solidaritas terhadap kaum Yahudi yang dihadapkan pada “bahaya” di Malmo. Ia justru lebih senang meminggirkan sebuah kelompok yang religius karena kebijakan-kebijakan Israel.”
Dalam sebuah wawancara, walikota Swedia tersebut meminta kaum Yahudi Malmo untuk tidak mengaitkan diri dengan serangan Israel di Gaza.
“Saya menginginkan komunitas Yahudi (Swedia) menjaga jarak dengan kejahatan Israel terhadap hak-hak masyarakat sipil Gaza,” katanya.
Sang walikota juga mengkritik demonstrasi kaum Yahudi Swedia yang mendukung agresi Israel di Jalur Gaza.
“Saya berharap para perwakilan Muslim di Malmo bersedia mengatakan dengan jelas bahwa Yahudi Malmo tidak boleh mencampurkan diri dengan konflik Israel-Palestina.”
Setidaknya 1.400 orang warga Palestina dibantai secara sadis dan ribuan orang lainnya mengalami luka-luka ketika Israel meluncurkan agresi mematikan selama tiga minggu di Jalur Gaza, akhir 2008 lalu.
Serangan tersebut meluluhlantakkan berbagai infrastruktur di Jalur Gaza yang padat penduduk, mengakibatkan 20.000 rumah Palestina ditambah dengan ribuan bangunan lainnya menjadi puing-puing.
Sebuah komite pencari fakta PBB yang dikepalai oleh hakim Richard Goldstone, yang merupakan seorang Yahudi, menyebut Israel telah melakukan kejahatan kemanusiaan dalam perang Gaza./suaramedia.
0 komentar:
Posting Komentar