Kisah Wanita Palestina Disiksa dan Diperkosa Tentara Israel


Hidayatullah.com--Melahirkan dengan tangan dan kaki diborgol. Tentu saja sangat merepotkan. Itulah yang dialami Amimah Al Agha, seorang wanita Palestina. Ia ditangkap Israel, lalu dijebloskan ke penjara Al Majdal.

Amimah awalnya tak tahu bahwa dirinya hamil. Tiba-tiba ia merasa perutnya mules. "Saya lalu memeriksakan diri ke rumah sakit di penjara," kata Amimah.

Saat kontrol itu, tangan dan kaki Amimah dalam keadaan diborgol. Dan itu berlangsung hingga menjelang detik-detik kelahiran. Dokter yang membantu persalinannya meminta agar borgolnya dilepas, tetapi petugas penjara melarangnya. Terjadilah perdebatan di antara keduanya. "Akhirnya, borgol di kaki saya dilepas, sedangkan tangan saya tetap terikat di tempat persalinan," tutur Amimah.

Wanita yang sedang bertaruh nyawa ini melahirkan tanpa ditemani oleh siapapun, dan petugas penjara tidak mengizinkannya menyampaikan berita kelahiran ini kepada keluarga.

Setelah melewati banyak kesusahan, lahirlah seorang bayi perempuan. Undang-undang yang berlaku di Israel melarang anak perempuan itu keluar penjara dan hidup di lingkungan normal, sehingga selama 2 tahun bayi itu menjalani hidup bersama Amimah di penjara.

Amimah tidak sendirian. Samr Shabih (22), yang tinggal di kamp Jabaliya Gaza, mengalami kejadian serupa. Pada 2005 Israel menahannya dalam keadaan hamil 2 bulan. Memahami dengan baik kondisi mental wanita hamil, serdadu Israel mengancam hendak menggugurkan janinnya jika enggan bekerja sama saat diinterogasi. Interogasi itu berlangsung selama 66 hari, dan tiap harinya memakan waktu 18 jam nonstop.

Dokter di penjara menyatakan bahwa ia tidak bisa melahirkan dengan cara normal, kecuali dengan jalan operasi medis. Akhirnya dengan penjagaan ketat, ia melakukan proses persalinan. Ikatan tangan dan kaki tidak dilepas, kecuali hanya dalam setengah jam ketika menjalani operasi. Tahun 2006 ia dibebaskan, tanpa proses pengadilan.

Tak cukup memborgol dan mengancam, tentara Israel juga melakukan penyiksaan secara fisik. Adalah Maha Awad (22) yang ditahan pada November 2004. “Tentara Israel menendang saya, hingga mengalir darah dari mulut saya. Sedangkan tentara lainnya mengancam akan memperkosa saya,“ kata Maha.

"Tidak hanya itu, kondisi tahanan pun amat memprihatinkan. Disamping tempat tidur yang basah, tempat buang air pun berada di samping tempat tidur. Persediaan air terbatas, dan kalau saya meminta air, maka seorang petugas mengencingi gelas dan menyodorkan ke hadapan saya seraya menyuruh saya meminumnya," tutur Maha.

Masih ada lagi penderitaan lain. "Makanan yang diberikan kepada saya kotor dan sudah dikerubuti banyak lalat," ungkap wanita Nablus, yang ditahan selama lebih dari 3 tahun.

Kesulitan ketika berada dalam masa interogasi juga dirasakan oleh Iman Ahras, yang dipenjara oleh Israel selama 4 tahun. "Saya terikat di kursi selama 3 hari berturut-turut. Tidak makan, tidak minum, tidak tidur, serta tidak pergi ke toliet," ungkap wanita yang dituduh hendak melakukan bom bunuh diri itu. Iman kemenakan Ayat Ahras, wanita pelaku bom bunuh diri pada tahun 2002.

Tidak jauh berbeda dengan yang dialami Samir Kan'an (26). Sebagaimana dilansir oleh organisasi Nadi Al Asir Al Filistini (Komunitas Tahanan Palestina) pada 16/8/2008. Para tentara Israel mendatangi rumahnya yang berada di kota Nablus, di tengah malam. Mereka mengepung rumah dan menggedor pintu. Ketika ia membuka pintu, mereka langsung menanyai macam-macam dan melarangnya mengenakan pakaian yang layak. Ia kemudian dibawa oleh para serdadu Israel dengan tetap memakai pakaian tidur, tanpa menjelaskan alasan penangkapan.

Sesampai di tahanan, "Mereka menempatkan saya di sel yang sempit yang hanya berukuran 2 meter persegi, kotor, dingin dan tidak ada ventilasi. Ada lubang di lantai, yang digunakan untuk buang air, yang baunya amat busuk. Dinding berwarna abu-abu sudah rusak, sehingga untuk bersandar saja tidak bisa. Selama interogasi, saya tidak mengerti, waktu siang atau malam. Apalagi suara buka-tutup sel yang memekakkan telinga, seringkali terdengar, sehingga kepala ini rasanya mau pecah," cerita Samir yang orangtuanya tinggal di Libanon ini..

Saat itu tidak ada yang tahu nasib Samir, karena keluarga dan pengacara sekalipun tidak bisa menemuinya, kecuali setelah 26 hari. Disamping dimasukkan ke sel sempit, para serdadu selalu mengancam akan mengasingkannya, jika tidak mau menjawab pertanyaan mereka. Akhirnya pada hari ke 35 wanita ini dibebaskan, dengan uang tebusan 5000 shekel atau sekitar 4,7 juta rupiah, dan ia dinyatakan tidak bersalah!

Kisah yang memilukan mengenai tahanan wanita Palestina juga pernah dipublikasikan oleh Islamonline.net (20/5/2004). Seorang tahanan wanita yang baru bebas yang enggan dipublikasikan namanya menyatakan bahwa ia melihat labih dari 15 tahanan wanita Palestina di penjara Israel telah mengalami perkosaan pasca interogasi. "Para interogator menggunakan cara ini sejak lama," katanya

Wanita yang ditahan pada 1989 ini mengisahkan, "Para interogator dan intel suka mengambil gambar perkosaan dengan kamera video, dan gambar itu digunakan untuk menekan tahanan wanita lainnya agar mengaku. Saya mengalami perkosaan dan pada saat itu mereka juga mengambil gambarnya. Setelah saya bebas dan mencoba untuk melakukan perjalanan ke Yordan, seorang intel menunjukkan foto-foto itu."
Hal itulah yang menyebabkan banyak kasus pelecehan yang tidak segera terungkap ketika seorang tahanan wanita Palestina dibebaskan. "Pihak penjara Israel mengancam akan menyebarkan foto-foto itu jika berani berbicara tentang perkosaan di penjara kepada pers dan publik," kata perempuan yang telah mendekam di penjara Israel salam 9 tahun ini. Hal inilah yang menyebabkan ia enggan disebut namanya oleh media.

Wanita-wanita di atas tidak sendirian. Sejak 40 tahun pasca penjajahan Israel, negeri biadab ini telah melakukan penangkapan terhadap 7000 ribu wanita Palestina, baik yang tinggal di Tepi Barat maupun Gaza. Dan dari hasil sensus Kementerian Urusan Tawanan Palestina, menunjukkan bahwa Israel sejak tahun 1967 hingga 2007 telah menahan kurang lebih 10 ribu wanita Palestina.

Dari jumlah itu, 700 wanita telah ditahan ketika intifadah pecah. Dari jumlah tahanan itu, kini masih tersisa 97 tahanan wanita, 93 berasal dari Tebi Barat, Al Quds, dan wilayah yang diduduki Israel pada tahun 1948, sedangkan sisanya berasal dari Gaza.

Salah satu wanita cukup terkenal yang masih mendekam di penjara Israel adalah Dr Maryam Shalih, yang ditangkap pada tanggal 12/11/2007. Ia wanita anggota parlemen Palestina, yang pertama kali ditahan oleh Israel. [Thoriq/Sahid/www.hidayatullah.com]

Konveksi Kaos

1 komentar:

amor dewa mengatakan...

sangat kejam yach..

Posting Komentar